Bloomberg Technoz, Jakarta - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada perdagangan pagi hari di Sesi I Kamis (30/1/2025), mencatatkan angka koreksi yang semakin dalam mencapai anjlok 72,56 poin atau ambles 1,01% ke posisi 7.093,48.
Sejak pembukaan perdagangan tadi IHSG langsung terperosok ke zona merah, dengan tekanan jual yang makin deras, rentang perdagangan terjadi pada area level 7.168,58 sampai dengan terlemahnya menyentuh 7.091,55.
Data perdagangan menunjukkan nilai perdagangan mencapai Rp2,41 triliun, yang didominasi aksi jual dari sejumlah 2,54 miliar saham yang ditransaksikan.
Hanya ada 173 saham yang menguat. Sedangkan sebanyak-banyaknya 273 saham melemah, dan 195 saham lainnya tidak bergerak.
Penyebab IHSG Ambles
Sejumlah saham menjadi pemberat laju IHSG pada perdagangan Sesi I pagi hari ini. Saham-saham barang baku, saham infrastruktur, dan saham perindustrian mencatatkan koreksi paling jeblok, dengan masing-masing drop mencapai 1,80%, 0,90% dan 0,74%.
Amblesnya IHSG yang begitu dalam merupakan efek secara langsung dari turunnya sejumlah saham Big Caps, terutama saham-saham bank besar, saham BBCA dan juga saham BBRI.
Berikut diantaranya berdasarkan data Bloomberg, Kamis (30/1/2025) pagi.
- Bank Central Asia (BBCA) menekan 9,82 poin
- Bank Rakyat Indonesia (BBRI) menekan 9,28 poin
- Barito Renewables Energy (BREN) menekan 8,72 poin
- Amman Mineral Internasional (AMMN) menekan 7,25 poin
- GoTo Gojek Tokopedia (GOTO) menekan 6,62 poin
- Bumi Resources Minerals (BRMS) menekan 2,78 poin
- Astra International (ASII) menekan 2,72 poin
- Telkom Indonesia (TLKM) menekan 2,32 poin
- Chandra Asri Pacific (TPIA) menekan 2,29 poin
- Pantai Indah Kapuk Dua (PANI) menekan 1,91 poin
The Fed Beri Sinyal ‘Wait and See’
Sentimen pada perdagangan hari ini utamanya datang dari global. Keputusan Federal Reserve, Bank Sentral Amerika Serikat, jadi penggerak IHSG pada hari ini.
Investor mulai merespons sinyal-sinyal terbaru dari Gubernur The Fed Jerome Powell yang ‘belum’ memberikan petunjuk dan isyaratnya akan prospek kebijakan bunga acuan ke depan.
Pengumuman hasil Komite Pasar Terbuka Federal (Federal Open Market Committee/FOMC) The Fed kembali menahan bunga acuan di level 4,25% – 4,50%.

Bersamaan dengan keputusan itu, Powell memilih pendekatan wait and see untuk menentukan tindakan ke depan, setelah Komite melihat menahan bunga acuan saat ini adalah langkah terbaik.
Memungkinkan The Fed menunggu bukti lanjutan bahwa inflasi di negeri itu memang telah berada di jalur penurunan, sebelum akhirnya menyesuaikan kebijakan bunga acuan.
Dalam pernyataannya, para pejabat mengulangi bahwa inflasi masih ‘agak tinggi" tetapi menghapus referensi bahwa inflasi mencapai perkembangan menuju target 2%.
“Saya merasa hal ini sulit dipercaya mengingat The Fed tahu bahwa pasar bergantung pada setiap frasa dan kata-katanya,” kata Win Thin, kepala strategi pasar global di Brown Brothers Harriman & Co di New York.
DeepSeek Turut Jadi Sebab?
IHSG tengah melangsungkan adjustment dari ketidakpastian sebelumnya, setelah sesi yang mengecewakan yang dipicu oleh munculnya keretakan di segmen Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence/AI).
Seperti yang diwartakan Bloomberg News, tekanan terjadi setelah sebuah model AI terjangkau dari startup asal China, DeepSeek, berhasil meraih posisi teratas di App Store Apple, yang memicu kegelisahan bahwa valuasi teknologi ini mungkin sulit untuk dibenarkan.
“Saat ini keadaan mulai tenang setelah adanya penghitungan AI yang telah lama tertunda pada Senin, dan meskipun kami masih percaya pada kisah produktivitas yang digerakkan AI, berinvestasi di sektor ini kedepannya mungkin tidak akan semudah seperti dua tahun terakhir,” kata Emily Bowersock Hill di Bowersock Capital Partners. “Kami berharap investor lebih cerdas dan selektif dalam investasi AI.”
Phintraco Sekuritas memaparkan, IHSG kemungkinan besar melakukan adjustment terhadap fluktuasi di Wall Street dalam beberapa hari. Keberadaan produk AI dari DeepSeek yang memicu fluktuasi di AS tersebut kemungkinan tidak berdampak signifikan terhadap pasar saham di Indonesia, mengingat hampir tidak ada produsen SemiKonduktor dan AI Developers di Indonesia.
“Pasar juga nampaknya masih merespon keputusan The Fed untuk menahan suku bunga acuan di 4.25% – 4.5% dalam FOMC Rabu. FOMC berikutnya di Maret 2025. Dengan demikian, data-data ekonomi, khususnya inflasi dan sektor tenaga kerja akan menentukan keputusan suku bunga acuan dalam FOMC tersebut,” tulis riset Phintraco.
(fad)