Logo Bloomberg Technoz

EUDR menjadi momok bagi ekspor komoditas Indonesia karena mempengaruhi produk perdagangan Indonesia. Regulasi yang baru itu mengatur dengan ketat soal kenihilan soal persinggungan penebangan hutan dengan produk tertentu. 

Uni Eropa menyepakati aturan ini sebagai bagian dari upaya negara untuk melindungi hutan dunia. Untuk itu, produk yang masuk ke Uni Eropa harus dipastikan bebas dari deforestasi dan tidak mempengaruhi kelestarian hutan.

“Mereka [Uni Eropa] setengah mengakui dengan memundurkan implementasi yang harusnya di tahun ini diundur satu tahun. Ini memberi kesempatan kepada Indonesia dan Malaysia untuk memperkuat strategi kita untuk implementasi agar sawit juga tidak didiskriminasi,” ujarnya.

Titik Terang IEU-CEPA

Airlangga mengatakan kemenangan gugatan itu juga bisa menjadi titik terang bagi Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU-CEPA).

“Dengan kemenangan ini saya berharap bahwa awan ataupun yang selama ini menghantui perundingan IEU-CEPA,” ujarnya.

Secara umum, Panel WTO menyatakan, Uni Eropa melakukan diskriminasi dengan memberikan perlakuan yang kurang menguntungkan terhadap biofuel berbahan baku kelapa sawit dari Indonesia dibandingkan dengan produk serupa yang berasal dari Uni Eropa seperti rapeseed dan bunga matahari. Uni Eropa juga membedakan perlakuan dan memberikan keuntungan lebih kepada produk sejenis yang diimpor dari negara lain seperti kedelai.

Selain itu, Panel WTO menilai UE gagal meninjau data yang digunakan untuk menentukan biofuel dengan kategori alih fungsi lahan kelapa sawit berisiko tinggi (high ILUC-risk) serta ada kekurangan dalam penyusunan dan penerapan kriteria serta prosedur sertifikasi low ILUC-risk dalam Renewable Energy Directive (RED) II. Oleh karena itu, UE diwajibkan untuk menyesuaikan kebijakan di dalam Delegated Regulation yang dipandang Panel melanggar aturan WTO.

Untuk diketahui, Pemerintah Indonesia melalui Perutusan Tetap Republik  Indonesia (PTRI) di Jenewa, Swiss mengajukan gugatan terhadap Uni Eropa (UE) di Organisasi Perdagangan  Dunia  (World Trade Organization/WTO) pada 9 Desember  2019.

Gugatan tersebut diajukan terhadap kebijakan Renewable Energy Directive II (RED II) dan Delegated Regulation UE.  Kebijakan-kebijakan tersebut dianggap mendiskriminasikan produk kelapa sawit Indonesia.

Melalui kebijakan RED II, UE mewajibkan mulai tahun 2020 hingga tahun 2030, penggunaan bahan bakar di UE akan berasal dari energi yang dapat diperbarui.

Selanjutnya, Delegated Regulation yang merupakan aturan pelaksana RED  II mengategorikan minyak kelapa sawit ke dalam kategori komoditas yang memiliki Indirect Land Use Change (ILUC) berisiko tinggi.

Hal ini mengakibatkan biofuel berbahan baku minyak kelapa sawit tidak termasuk dalam target energi terbarukan UE, termasuk minyak kelapa sawit Indonesia.

(lav)

No more pages