Logo Bloomberg Technoz

Harga minyak juga akan menentukan postur penerimaan negara. Baik itu pajak maupun Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

APBN 2025 menetapkan asumsi harga minyak rata-rata sepanjang tahun di US$ 82/barel. Harga yang dipakai adalah minyak Indonesia (Indonesian Crude Price/ICP) yang dekat dengan Brent.

Hingga kemarin, rata-rata harga Brent sudah menyentuh US$ 78,16/barel, mendekat asumsi APBN 2025. Ini masih awal tahun, bukan tidak mungkin harga Brent terus melesat hingga reratanya melampaui asumsi APBN 2025.

Mengutip dokumen Nota Keuangan APBN 2025, setiap kenaikan ICP sebesar rata-rata US$ 1/barel dari asumsi, maka penerimaan negara akan bertambah Rp 3,2 triliiun.

Namun pada saat yang sama, belanja negara akan membengkak Rp 10,1 triliun. Jadi secara netto, setiap kenaikan ICP sebesar US$ 1/barel dari asumsi akan berisiko membuat defisit APBN 2025 bertambah Rp 6,9 triliun.

Ini tentu dengan asumsi bahwa semua faktor lain tidak berubah atau ceteris paribus.

Sumber: Kementerian Keuangan

Analisis Teknikal

Lalu bagaimana proyeksi harga Brent ke depan? Apakah bisa semakin tinggi dan mengancam APBN 2025?

Rasanya tidak. Kemungkinan dalam waktu sebulan ke depan, harga akan bergerak turun.

Secara teknikal dengan perspektif bulanan (monthly time frame), Brent masih berada di zona bullish. Terlihat dari Relative Strength Index (RSI) yang sebesar 51,94.

RSI di atas 50 memang mengindikasikan suatu aset sedang dalam posisi bullish. Namun RSI Brent tipis saja di atas 50, sehingga boleh dibilang netral saja.

Sementara indikator Stochastic RSI berada di 87,29.Sudah di atas 80, yang berarti tergolong jenuh beli (overbought).

Oleh karena itu, bukan tidak mungkin harga Brent akan bergerak melemah, meski terbatas. Target support terdekat ada di US$ 78/barel. Jika tertembus, maka US$ 74/barel bisa menjadi target selanjutnya.

(aji)

No more pages