Sementara Bursa Saham Asia juga menapaki jalur merah. Pada pukul 14.00 WIB, PSEI (Filipina), Shenzhen Comp. (China), KOSPI (Korea Selatan), SENSEX (India), Shanghai Composite (China), SETI (Thailand), Straits Times (Singapura), Hang Seng (Hong Kong), Topix (Jepang), KLCI (Malaysia), NIKKEI 225 (Tokyo), Ho Chi Minh Stock Index (Vietnam), dan TW Weighted Index (Taiwan), yang terpangkas masing-masing 1,72%, 1,71%, 1,29%, 1,17%, 0,72%, 0,54%, 0,47%, 0,37%, 0,34%, 0,34%, 0,24%, 0,13%, dan 0,09%.
Merahnya IHSG dan Bursa Asia siang hari ini juga imbas sentimen global, menjelang keputusan suku bunga pamungkas Federal Reserve, Bank Sentral Amerika Serikat, Bank Sentral paling berpengaruh di dunia di penghujung tahun ini.
Yang jadi pertimbangan akan ketidakpastian lajur pengguntingan suku bunga The Fed datang dari data-data terbaru Ekonomi AS yang terpantau memunculkan angka beragam sepanjang minggu lalu– termasuk percepatan Inflasi Produsen (Producer Price Index/PPI) dan Klaim Pengangguran yang lebih tinggi dari perkiraan.
Walau demikian, The Fed diperkirakan akan tetap memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin (bps) pada pertemuan hari Rabu setempat. Mengacu CME Fedwatch Tools siang ini, probabilitas pemangkasan Fed Fund Rate pada Rabu nanti mencapai 95,4%, sebesar 25 bps.
Pasar juga mengantisipasi hasil pertemuan Komite Pasar Terbuka The Fed (Federal Open Meeting Committee/FOMC), dari pernyataan lengkap Jerome Powell Gubernur The Fed, untuk menangkap sinyal dan 'Suasana Kebatinan' dari rapat agar bisa menilai prospek suku bunga acuan ke depan.
Seperti yang diwartakan Bloomberg News, para trader swap memperkirakan total tiga kali pemangkasan seperempat poin selama 12 bulan ke depan. Trader sejatinya telah mengurangi taruhan pada besaran pelonggaran The Fed di tahun depan.
Tim Research Phillip Sekuritas juga memaparkan Yield US Treasury Note bertenor 10 Tahun terbang 24,4 bps sepanjang minggu lalu karena investor mempersiapkan diri menghadapi hasil pertemuan kebijakan pamungkas Federal Reserve untuk tahun ini.
“Data Inflasi (CPI dan PPI) AS terkini meskipun keluar sesuai ekspektasi namun juga menyebar keraguan apakah Federal Reserve akan memangkas suku bunga acuan minggu ini atau melakukan jeda pada siklus pelonggaran kebijakan moneter,” mengutip riset harian Tim Research Phillip Sekuritas.
Dari regional Asia, di China, pertumbuhan Penjualan Ritel secara tak terduga melemah pada November, meskipun ada tanda-tanda perbaikan di pasar properti. Data ini menambah kekecewaan investor setelah pekan lalu Beijing menjanjikan langkah untuk meningkatkan konsumsi, tetapi belum memberikan rincian mengenai stimulus fiskal.
“Data Penjualan Ritel mencerminkan situasi sulit di China, di mana upaya stimulus lebih mengutamakan pencitraan daripada memberikan dampak ekonomi yang nyata," ujar Charu Chanana, Kepala Strategi Investasi di Saxo Markets, Singapura. “Untuk pemulihan taktis, kami membutuhkan lebih banyak langkah nyata setelah serangkaian awal yang gagal dan risiko tarif baru di depan.”
Analis Phintraco Sekuritas memaparkan, data ekonomi China yang kurang memuaskan diyakini mendorong Pemerintah untuk lebih cepat merealisasikan stimulus fiskal dan moneter. Isu terkait stimulus China ini sudah beberapa kali memicu capital outflow dari Indonesia dan pelemahan signifikan IHSG. Hal ini nampaknya kembali berulang dalam beberapa hari.
“Pasar berharap pada dampak positif dari ekspektasi pemangkasan suku bunga acuan The Fed. Kebijakan tersebut diharapkan dapat meredam capital outflow, menahan pelemahan nilai tukar Rupiah dan mendorong rebound IHSG,” sebut Phintraco dalam risetnya.
(fad)
































