Logo Bloomberg Technoz

Rupiah Dibuka Menguat, Paling Perkasa Nomer Tiga di Asia Pagi Ini

Tim Riset Bloomberg Technoz
02 May 2024 09:25

Pekerja merapihkan uang dolar AS dan rupiah di gerai penukaran uang di ITC Kuningan, Jakarta, Rabu (17/4/2024). (Bloomberg Technoz/Andrean Kristianto)
Pekerja merapihkan uang dolar AS dan rupiah di gerai penukaran uang di ITC Kuningan, Jakarta, Rabu (17/4/2024). (Bloomberg Technoz/Andrean Kristianto)

Bloomberg Technoz, Jakarta - Rupiah membuka perdagangan hari ini, Kamis (2/5/2024), setelah libur peringatan Hari Buruh, dengan penguatan yang cukup meyakinkan meski masih belum mampu keluar dari zona Rp16.200-an.

Penguatan rupiah adalah karena sentimen positif pasar global pasca pengumuman hasil FOMC Federal Reserve tadi malam yang melegakan pasar.

Rupiah menguat 0,28% di awal perdagangan ke kisaran Rp16.214/US$, dan sempat menyentuh Rp16.207/US$ pada menit kesembilan perdagangan pagi ini.

Penguatan rupiah mengawali hari menjadi yang terbesar ketiga di Asia sejauh ini. Won Korea masih memimpin penguatan dengan kenaikan nilai 0,72%, disusul oleh peso Filipina 0,35% dan rupiah 0,28% serta baht Thailand 0,23%.

Secara teknikal, nilai rupiah telah menembus level penguatan terdekat di Rp16.220, dan selanjutnya berpeluang menuju Rp16.180/US$. Level penguatan paling optimistis hari ini untuk rupiah ada di kisaran Rp16.140/US$.

Para pelaku pasar global sedikit menarik nafas lega setelah dalam pengumuman hasil FOMC The Fed tadi malam, Gubernur The Fed Jerome Powell memberi sinyal yang tidak terlalu hawkish walau sulit juga disebut dovish meskipun menyisakan harapan akan ada penurunan bunga acuan tahun ini. The Fed masih mempertahankan level bunga acuan FFR di 5,5% sesuai ekspektasi pasar.

Namun, yang melegakan bukan itu. Walau skenario higher for longer memang masih jadi tema utama, akan tetapi para pemodal relatif lebih lega karena kecemasan bahwa peluang penurunan bunga acuan telah habis sama sekali terpatahkan oleh sinyal yang dilansir oleh Powell. 

Bos The Fed itu menyadari bahwa para pengambil kebijakan membutuhkan waktu lebih lama untuk mendapatkan keyakinan lebih besar tentang disinflasi sebelum memutuskan penurunan bunga acuan. Sinyal itu juga mematahkan kekhawatiran pasar bahwa mungkin ada potensi kenaikan bunga acuan menyusul data inflasi yang terlihat kembali panas.

Pelaku pasar kini memperkirakan penurunan bunga acuan hanya akan terjadi sekali saja tahun ini dan semakin mundur ke Desember dari tadinya diprediksi hingga tujuh kali pemangkasan mulai Maret.