Bloomberg Technoz, Jakarta - Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) menillai bahwa rencana penerapan iuran dana abadi pariwisata atau tourism fund di Indonesia harus melalui kajian yang komperhensif sebelum diberlakukannya ke masyarakat.
"Seharusnya ada kajian akademisnya, dibahas dahulu sehingga bila itu diterapkan akan membawa manfaat untuk negara dan masyarakat. Jadi terlalu dini untuk menyimpulkan ide tersebut tanpa kita ketahui bagaimana dasar hukumnya, pengelolaan programnya, mekanismenya yang mengurus itu dan pengawasannya," kata Ketua umum GIPI Hariyadi Sukamdani ketika dihubungi oleh Bloomberg Technoz, Selasa (23/4/2024).
Hariyadi sendiri menuturkan pengusaha sektor pariwisata memiliki pengalaman yang kurang mengenakkan terkait dengan adanya penerapan pajak pariwisata.

Pajak pariwisata yang dipungut oleh pemerintah tingkat dua, yakni kabupaten ataupun kota, seharusnya dikembalikan ke sektor pariwisata seperti yang diharapkan. Alih-alih, kata Hariyadi, dana tersebut justru digunakan untuk kepentingan lain oleh pemerintah daerah.
"Pengembangan dan pembinaannya sangat minim sekali di lapangan. Bahkan, di Bali itu terjadi semacam rebutan pungutan antara pemerintah provinsi dengan pemerintah tingkat dua. Makanya, ada pungutan Rp150.000 untuk turis asing itu," ungkapnya.
Selain itu, Hariyadi menyoroti minimnya anggaran yang dialokasikan untuk promosi pariwisata oleh pemerintah, sehingga menyebabkan pertumbuhan pariwisata cenderung bersifat organik dan tergantung pada inisiatif masyarakat dan daerah.
Beban Administratif
Dia pun khawatir akan terjadi beban administratif yang akan ditanggung oleh para pelaku industri penopang pariwisata, seperti maskapai penerbangan, jika iuran pariwisata ini ditambahkan ke dalam harga tiket pesawat.
"Mereka sudah dibebankan passenger service charge di tiket. Okelah untuk kenyamanan penumpang, tetapi kalau ini [tourism fund] dibebankan lagi ini akan jadi beban administrasi bagi mereka," tegas Hariyadi, yang juga Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) itu.
"Bagi kami hal yang paling penting adalah; pengawasannya bagaimana? Lalu yang mau bikin program ini siapa? Kan belum dibahas. Jangan ujug-ujug main pungut aja gitu lho. Ini kan harus dibahas lebih mendalam," tegasnya.

Masalah Hukum
Lebih lanjut, Hariyadi juga menilai, meskipun tourism fund bertujuan untuk meningkatkan pengembangan sektor pariwisata, hal ini dapat menimbulkan kekhawatiran akan risiko terjadinya masalah hukum. Terlebih, jika iuran uang tersebut tidak diawasi secara serius dan betul.
"Masalah ini juga bisa menimpa yang inisiatif menyelenggarakan, tadi risiko hukumnya, enggak boleh sembarangan pungutnya, makanya harus clear betul. Kajiannya bagaiamana, mekanismenya bagaimana,?" pinta Hariyadi.
Dengan demikian, menurutnya, penting bagi Indonesia memiliki badan khusus yang ditunjuk untuk mengelola dana abadi pariwisata.
Dirinya memberikan contoh seperti Singapore Tourism Board, yang secara efektif mengelola strategi promosi, mengidentifikasi potensi pasar yang belum dimanfaatkan, serta melakukan koordinasi lintas sektoral untuk memaksimalkan potensi pariwisata.
"Ada pertanggung jawabannya, laporan tiap tahunnya jelas dipakai untuk apa itu clear. Jadi prosesnya itu harus membentuk suatu kajian dahulu, kajian komperhensif akademisnya begitu, juga kajian secara operasionalnya, baru kita bicara pungutan ini dilakukan," terang Hariyadi.

Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) mengakui saat ini memang tengah melakukan penyusunan rancangan peraturan tentang Dana Abadi Pariwisata Berkualitas, atau yang familier disebut tourism fund, bersama kementerian/lembaga terkait.
Deputi Bidang Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Kemenko Marves Odo RM Manuhutu menjelaskan tujuan dari peraturan Dana Abadi Pariwisata adalah untuk menciptakan ekosistem pariwisata berkualitas.
"Rancangan ini bertujuan untuk menciptakan ekosistem pariwisata berkualitas berlandaskan pada empat pilar yaitu daya saing infrastruktur dasar, pengelolaan pariwisata berkelanjutan, keunikan destinasi, dan layanan pariwisata bernilai tinggi," kata Odo seperti dalam keterangan tertulisnya, Selasa (23/4/2024).
Wacana pengembangan pariwisata berkualitas melalui partisipasi aktif berbagai pihak, jelas Odo, saat ini juga masih dalam tahap kajian awal serta diskusi yang melibatkan sejumlah sektor.
Sebelumnya, pakar industri penerbangan Alvin Lie mengunggah foto undangan Rapat Koordinasi Pembahasan Rancangan Peraturan Presiden Dana Pariwisata Berkelanjutan oleh Kemenko Marves di akun media sosial X pribadinya.
Menurut Alvin, pemerintah memiliki rencana untuk memungut iuran dana pariwisata melalui penyesuaian harga tiket maskapai penerbangan.
"Ada menteri yang gemar teriak bahwa harga tiket pesawat mahal, menghambat pariwisata. Sekarang pemerintah malah akan bebankan iuran pariwisata untuk dititipkan pada harga tiket pesawat," tulis Alvin melalui unggahan di X.
"Konsumen tahunya harga tiket yang naik, padahal uangnya bukan ke airline [maskapai], piye tho iki?"
(prc/wdh)