Logo Bloomberg Technoz


Gatot menjelaskan setidaknya terdapat dua skema dalam sistem penyewaan pesawat. Pertama, sistem sewa jangka pendek atau wet lease. Kedua, sistem sewa jangka panjang atau dry lease.

Wet lease ini contohnya kalau Garuda menyewa pesawat untuk angkutan Haji. Jangka waktunya pendek dan biasanya untuk sewa jenis ini sudah termasuk pesawat, kru, perawatan dan asuransi atau aircraft, crew, maintenance, insurance [ACMI],” terangnya.

Sementara itu, dry lease biasa digunakan untuk sewa pesawat yang dipakai untuk sehari-hari. “Dan biasanya hanya pesawat saja. Bisa juga sekalian maintenance dan insurance-nya, tetapi tanpa crew.”

Dry lease pun terbagi ke dalam beberapa sekama, yaitu; finance lease, operating lease dan sewa beli di mana pesawat akan jadi milik penyewa jika jangka waktu persewaan berakhir dan ini biayanya lebih besar.

“Selain itu juga ada skema power by the hour yang sepertinya dipakai oleh Garuda, yaitu sewa pesawat sesuai dengan durasi pemakaian,” terangnya.

Ilustrasi Lion Air. (Dimas Ardian/Bloomberg)

Di lain sisi, maskapai penerbangan di Indonesia dikabarkan sedang tidak berencana mengakuisisi pesawat jet baru di tengah isu gangguan produksi pada The Boeing Company dan Airbus SE. Namun, upaya untuk mencari armada sewa atau bekas pun tidaklah mudah.

Pakar industri penerbangan Gerry Soejatman mengatakan maskapai-maskapai besar —seperti Garuda Indonesia Group dan Lion Air Group — sedang tidak mencari tambahan pesawat baru di pasar, lantaran daftar tunggu atau waiting list untuk pemesanan Boeing 737 Max maupun Airbus A320neo sudah sangat panjang.

“Seperti biasa, maskapai Indonesia akan melakukan ekspansi dengan menggunakan pesawat bekas, melalui leasing rate yang di bawah [harga] pesawat baru,” jelasnya.

Dia mengatakan grup Lion dan Garuda sebenarnya sudah memiliki pesanan pesawat baru dari Airbus dan Boeing sejak beberapa tahun lalu.

Namun, keduanya masih menunda waktu pengiriman armada mereka hingga waktu yang tidak bisa ditentukkan akibat krisis pandemi dan juga imbas dari isu keamanan 737 Max beberapa waktu silam. 

Untuk pesanan di Airbus sendiri, lanjut Gerry, jet A320neo yang menggunakan mesin Pratt and Whitney sedang dalam tahap pemulihan dari krisis kualitas mesin dan suku cadang mesin, yang akan memuncak tahun ini.

Sementara itu, pesawat Airbus tipe A320neo yang menggunakan mesin CFM Leap dinilai tidak ada masalah.

“Akibat dari ongoing crisis kecil-kecil yang terjadi pada Boeing Max dan juga A320neo dengan mesin Pratt & Whitney, maskapai Indonesia pun kesusahan mencari pesawat bekas dengan harga yang wajar,” kata Gerry.

Mau tidak mau, lanjutnya, maskapai Indonesia harus terus berburu pesawat di pasar pesawat bekas dan berharap tidak ada yang lebih cepat mengambil atau menawarkan harga yang lebih tinggi untuk pesawat yang mereka inginkan.

“Namun, kabar bagusnya, pasar pesawat bekas akan pulih pada 2025,” ujar Gerry.

Mengutip laman resminya, pada 2000 setelah didirikan, Lion Air mengudara dengan hanya dua pesawat Boeing 737-200. Saat ini, perseroan memiliki 118 unit —termasuk Boeing 737-900ER, 737-800, 737 MAX 8, dan Airbus A330-300 — untuk memenuhi permintaan penumpang.

Sementara itu, menurut laman resmi Garuda, maskapai pembawa bendera nasional tersebut saat ini memiliki total 69 pesawat yang terdiri dari Boeing 777-300ER, 737-800NG, Airbus A330-200, A330-300, dan A330-900neo. Per 30 September 2023, rerata usia armada GIAA adalah 11,6 tahun.

“Jenis pesawat yang dipakai akan distandardisasi yaitu jenis Boeing B737-800NG untuk rute jarak pendek dan regional, Airbus A330-200/300/900neo untuk rute jarak menengah dan Boeing B777-300ER untuk rute jarak jauh,” papar maskapai pelat merah tersebut.

(wdh)

No more pages