Logo Bloomberg Technoz

Berbeda dengan aturan lama bahwa alih daya tak boleh untuk kegiatan utama produksi maka di pasal dalam Perppu Ciptaker hal itu diperbolehkan. Tiada batasan untuk outsourcing ini dikatakan kalangan buruh akan merugikan mereka.

Hal tersebut diterakan dalam Pasal 64 yang berbunyi:

(1)   Perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada Perusahaan lainnya melalui perjanjian alih daya yang dibuat secara tertulis
(2)   Pemerintah menetapkan sebagian pelaksanaan pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat 
(3)   Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan sebagian pelaksanaan pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam peraturan pemerintah.

2. Hak Libur

Dalam aturan ketenagakerjaan sebelumnya karyawan mendapatkan hak libur 2 hari seminggu apabila bekerja 8 jam sehari. Namun di pasal Perppu Ciptaker hanya menyebut soal libur satu hari dalam seminggu.

Hal ini termaktub dalam Pasal 79 yang berbunyi:

Waktu istirahat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a wajib diberikan kepada pekerja/buruh paling sedikit meliputi:
a. istirahat antara jam kerja, paling sedikit setengah jam setelah bekerja selama 4 (empat) jam terus-menerus, dan waktu istirahat tersebut tidak termasuk jam kerja; dan
b. istirahat mingguan I (satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.

3. Bisa Dikontrak Terus-menerus

Diketahui bahwa dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) aturan lama maka kontrak maksimal 2 tahun. Namun dalam Perppu Ciptaker, klausul tersebut dihapus. 

Pasal 81 berbunyi sebagai berikut:

(15) Ketentuan Pasal 59 (UU Ketenagakerjaan) diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaan, jangka waktu, dan batas waktu perpanjangan perjanjian kerja waktu tertentu diatur dalam peraturan pemerintah.

4. Tenaga Kerja Asing

Dalam perppu ini tak ada larangan tenaga kerja asing (TKA) untuk buruh kasar atau disebut unskilled worker

Bunyi Pasal 81 sebagai berikut:

(1) Setiap pemberi kerja yang mempekerjakan tenaga kerja asing wajib memiliki rencana penggunaan tenaga kerja asing yang disahkan oleh pemerintah pusat.
(2) Pemberi Kerja orang perseorangan dilarang mempekerjakan tenaga kerja asing
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi:
a. direksi atau komisaris dengan kepemilikan saham tertentu atau pemegang saham sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. pegawai diplomatik dan konsuler pada kantor perwakilan negara asing; atau
c. Tenaga kerja asing yang dibutuhkan oleh Pemberi Kerja pada jenis kegiatan produksi yang terhenti karena keadaan darurat, vokasi, Perusahaan rintisan (start-up) berbasis teknologi, kunjungan bisnis, dan penelitian untuk jangka waktu tertentu.
(4) Tenaga Kerja Asing dapat dipekerjakan di Indonesia hanya dalam Hubungan Kerja untuk jabatan tertentu dan waktu tertentu serta memiliki kompetensi sesuai dengan jabatan yang akan diduduki.

5. Pesangon Bisa Lebih Kecil

Dengan Perppu Ciptaker nominal nilai pesangon akibat pemutusan hubungan kerja (PHK) utamanya karena alasan efisiensi menjadi lebih kecil dibandingkan dalam aturan lama.

Hal ini tertuang dalam Pasal 156 Perppu Ciptaker sebagai berikut:

(1) Dalam hal terjadi Pemutusan Hubungan Kerja, Pengusaha wajib membayar uang pesangon dan/ atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima.

(2) Uang pesangon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun, 1 (satu) bulan upah;
(1) Dalam hal terjadi Pemutusan Hubungan Kerja, Pengusaha wajib membayar uang pesangon dan/ atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima.
(2) Uang pesangon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun, 1 (satu) bulan upah;
b. masa kerja 1 (satu) tahun atau lebih tetapi kurang dari 2 (dua) tahun, 2 (dua) bulan upah;
c. masa kerja 2 (dua) tahun atau lebih tetapi kurang dari 3 (tiga) tahun, 3 (tiga) bulan upah;d. masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 4 (empat) tahun, 4 (empat) bulan upah;
e. masa kerja 4 (empat) tahun atau lebih tetapi kurang dari 5 (lima) tahun, 5 (lima) bulan upah;
f. masa kerja 5 (lima) tahun atau lebih, tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, 6 (enam) bulan upah;
g. masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari 7 (tujuh) tahun, 7 (tujuh) bulan upah;
h. masa kerja 7 (tujuh) tahun atau lebih tetapi kurang dari 8 (delapan) tahun, 8 (delapan) bulan upah;
i. masa kerja 8 (delapan) tahun atau lebih, 9 (sembilan) bulan Upah.


(3) Uang penghargaan masa kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, 2 (dua) bulan upah;
b. masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari 9 (sembilan) tahun, 3 (tiga) bulan upah;
c. masa kerja 9 (sembilan) tahun atau lebih tetapi kurang dari 12 (dua belas) tahun, 4 (empat) bulan upah;
d. masa kerja 12 (dua belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 15 (lima belas) tahun, 5 (lima) bulan upah;
e. masa kerja 15 (lima belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 18 (delapan belas) tahun, 6 (enam) bulan upah;

f. masa kerja 18 (delapan belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 21 (dua puluh satu) tahun, 7 (tujuh) bulan upah;
g. masa kerja 21 (dua puluh satu) tahun atau lebih tetapi kurang dari 24 (dua puluh empat) tahun, 8 (delapan) bulan upah;
h. masa kerja 24 (dua puluh empat) tahun atau lebih, 10 (sepuluh) bulan upah.

Sementara itu KSBSI dalam gugatan ke Mahkamah Konstitusi menggugat 55 pasal atau setidaknya 29 pasal sebagaimana dilansir laman resmi organisasi KSBSI, di antaranya :

Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44, Pasal 56, Pasal 57, Pasal 59, Pasal 61, Pasal 61A, Pasal 64 ayat (2), Pasal 66, Pasal 88, Pasal 88A, Pasal 88B, Pasal 88C, Pasal 88D, Pasal 88E, Pasal 89, Pasal 90, Pasal 90A, Pasal 90B, Pasal 91, Pasal 92, Pasal 92A, Pasal 94, Pasal 95, Pasal 97, Pasal 98, Pasal 151, Pasal 151A, Pasal 152, Pasal 154, Pasal 154A, Pasal 155, Pasal 156, Pasal 157, Pasal 157A, Pasal 160, Pasal 161, Pasal 162, Pasal 163, Pasal 164, Pasal 165, Pasal 166, Pasal 167, Pasal 168, Pasal 169, Pasal 170, Pasal 171, Pasal 172 dan Pasal 191A Bagian Kedua, serta Pasal 1, Pasal 51, Pasal 53, Pasal 57 dan Pasal 89A Bagian Kelima.

Atau setidak-tidaknya, Pasal 42 ayat (3) huruf c, Pasal 56 ayat (3), Pasal 57 ayat (2), Pasal 59 ayat (1) huruf b, Pasal 61 ayat (3), 61A ayat (1), Pasal 64 ayat (2), Pasal 66 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 89, Pasal 90B, Pasal 154A, Pasal 156, Pasal 161, Pasal 162, Pasal 163, Pasal 164, Pasal 165, Pasal 166, Pasal 167, Pasal 168, Pasal 169, Pasal 170, Pasal 171 dan Pasal 172 Bagian Kedua, serta Pasal 51, Pasal 53, Pasal 57, Pasal 89A.

(ezr)

No more pages