Logo Bloomberg Technoz

Kepada Bloomberg Technoz ia membagikan prinsip apa yang ia pegang dalam membawa BCA menghadapi krisis. Ia juga berbagi pandangan terkait ekosistem yang ideal bagi industri keuangan digital di tengah gempuran inovasi dan kehadiran pemain baru.

Simak wawancara lengkapnya berikut: 

Bloomberg Technoz (B): Anda merupakan salah satu bankir veteran di Indonesia yang telah memiliki banyak pengalaman dan telah melalui banyak masa krisis. Bisa Anda ceritakan bagaimana pengalaman Anda menghadapi krisis dari masa ke masa? Apa prinsip yang selalu Anda pegang dalam menghadapi krisis?

Jahja Setiaatmadja (J): Saya mengalami berapa kali krisis. Pertama tahun 1998, waktu itu krisis di Asia yang membuat nilai tukar kita melambung dan membuat sejumlah korporasi tutup. Kemudian 2008 krisis subprime mortgage di Amerika ada masalah kita juga terkena dan yang terakhir COVID-19 pada awal 2020 hingga sekarang. Dari semua krisis yang kita hadapi, obatnya tentu paling penting adalah tersedianya likuiditas. Ini pengalaman saya. Sekaya apapun seseorang, apabila likuiditas itu hilang, kekayaan orang itu akan susah di cairkan menjadi uang tunai.

Jadi tetap, setiap pengusaha individu harus mempunyai persediaan tunai yang cukup yang kapan saja bisa dipakai untuk mengatasi masalah krisis. Ini salah satu tips bahwa memang setiap orang harus menjaga likuiditas mereka itu cara baik. Meskipun mereka punya banyak aset, tapi kalau suatu saat butuh likuiditas mereka terpaksa jual rugi aset yang belum tentu ada juga yang mau beli saat itu. Jadi menurut saya dalam menghadapi krisis pertama harus tenang, bank juga harus tertuju menjaga likuiditas dan mengurangi eksposur pinjaman pada saat itu.

B: Fenomena disrupsi digital membuat banyak bank putar otak untuk tetap eksis, menurut Anda seperti apa ekosistem keuangan yang ideal untuk menerima kehadiran disrupsi digital?

J: Balik 7-8 tahun yang lalu ketika fintech mulai berkembang, banyak yang mengatakan bank digital akan menyapu bersih bank konvensional. Tapi sesudah kita masuk, kenyataan ternyata kok tidak segampang itu menyisihkan bank konvensional, dengan catatan bank konvensionalnya juga maju dan mengembangkan digitalisasi. Kalau kita tetap manual, tidak ikut dalam proses digitalisasi ya tentu kita ketinggalan.

Jadi kalau kita mampu beradaptasi situasi, bahkan kita bekerjasama dengan e-commerce kita bisa berkembang. Yang diperlukan saat ini adalah konektivitas dengan seluruh e-commerce yang ada di pasar ya. Kalau saya salah satu bank digital yang berhasil di Korea ada namanya Kakao Bank. Mereka ada Kakao Chat, layanan ride hailing nya juga ada, bisa juga kirim barang dan mereka juga sudah biasa transfer antara member mereka.

Saya lihat digital bank di Indonesia sorry to say belum ada yang seperti itu. Palingan hanya connect di satu atau dua, itu enggak cukup. Harus betul-betul terhubung seluruh platform digital baru. Namanya bisnis, siapa yang lebih dahulu antisipasi, maka dia yang akan memenangkan permainan.

Kinerja Keuangan PT Bank Central Asia (BCA) Tbk

B: Apa rasanya menjadi emiten dengan nilai kapitalisasi pasar terbesar di Indonesia?

J: Jujur saja dulu tidak terbayangkan. Waktu kita mulai dengan IPO tahun 2000. Bahkan waktu kita ketemu dengan para investor luar negeri, kita dilihat hanya dengan sebelah mata. Mereka sama sekali tidak tertarik, apalagi Indonesia baru melewati krisis 1998. Tetapi makin lama kita bisa memberikan performa yang bagus. Kita transparan dalam memberikan penyampaian. Jadi kita tidak terlalu bermuluk-muluk. Yang penting apa yang kita ngomong, kita usahakan. Kalau kita lagi kurang bagus, ya kita bilang kurang bagus. Sehingga mereka tuh lebih bisa memegang apa yang kita sampaikan. Hal lain yang menarik buat BCA adalah kita bisa mempertahankan kinerja kita stabil sehingga harga saham tidak tiba-tiba naik atau anjlok. Dan kita adalah perusahaan yang banyak membagikan interim dividen. Pertumbuhan kredit tinggi dan NPL rendah. Ini yang dilihat menarik oleh investor.

B: Sebagai bank swasta terbesar di Indonesia, apakah BCA punya rencana ekspansi ke Asia Tenggara?

J: Jujur saja sejak beberapa tahun bahkan sebelum COVID-19, saya pernah diharapkan untuk ekspansi ke regional. Hanya jawaban saya adalah, pertama adalah kita memang betul-betul dikenal di Indonesia. Di negara lain investor memang kenal, tapi masyarakat awam itu belum tahu BCA siapa? Di samping itu ternyata sekarang banyak bank asing yang mengurangi ritel bisnisnya dan fokus hanya di korporat saja.

Saya melihat bahwa buat BCA lebih percaya diri berkembang di Indonesia. Karena masih banyak daerah di Indonesia yang berkembang dan perlu cabang. Daripada harus ke luar negeri, operational cost nya tinggi, saya harus ‘berantem’ juga dengan bank asing. Buat apa kue yang kecil itu kita rebutin ramai-ramai. Lebih baik saya kembangkan bisnis di Indonesia yang potensinya besar.

B: Banyak bank digital di Indonesia yang gemar menebar promosi untuk menarik minat masyarakat mengunduh aplikasi layanan bank digital, tapi kenyataannya peningkatan tersebut tidak diiringi oleh pertumbuhan jumlah transaksi yang berkelanjutan. Apakah aksi bakar uang ini jadi praktik yang lumrah dan sehat bagi perbankan?

J: Kalau mau lihat profitable atau tidak, bukan jumlah rekeningnya yang dilihat, tapi aktivitas dari rekening itu harus betul-betul dipakai untuk transaksi. Kenapa? Karena kalau aplikasinya dipakai untuk transaksi pasti nasabah akan menjaga saldonya, saldo ini bisa dipakai oleh bank untuk di-leverage di kredit. Tapi kalau cuma buka rekening terus jadi saldo tidur ya profit-nya dari mana, ya pasti kalah.

Setiap bank punya strategi masing-masing dan kita juga di bisnis kartu kredit kita pasang promosi di billboard. Nah, hasilnya itu tergantung, ada yang hasilnya bagus, ada juga yang enggak narik sama sekali.  Itu strategi masing-masing bank, bagaimana cara mereka mau mempromosikan produk-produk mereka di pasar.

Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk atau BCA, Jahja Setiaatmadja. (Bloomberg Technoz/ Andrean Kristianto)

B: Sejumlah lembaga keuangan dunia menyebut potensi resesi ekonomi membayangi sejumlah negara. BI pun menaruh perhatian terhadap potensi perlambatan ekonomi. Bagaimana Anda melihat ini? 

J: Kalau dunia (resesi) bisa saja. Banyak sekali negara yang masih dalam kesulitan perekonomian mereka masing-masing terutama dipicu kenaikan harga BBM, logistik yang mahal. Itu membuat biaya ekonomi jadi lebih tinggi. Tapi di Indonesia, saya yakin Indonesia 2023 tidak akan menghadapi resesi. Karena Indonesia negara yang diberkahi Tuhan dengan sumber daya alam yang luar biasa. CPO bisa tumbuh subur di Indonesia. Tidak banyak negara yang bisa menghasilkan CPO. Kemudian pertambangan ada nikel, tembaga, bauksit dan banyak bahan-bahan yang diperlukan oleh dunia.

Saya pikir kita bersyukur karena ekspor dari bahan-bahan ini besar sekali. Oleh sebab itu kurs bisa terjaga. Sebab ekspor yang besar itu menghasilkan devisa, dan devisa menjadi cadangan BI sehingga apabila diperlukan bisa intervensi pasar dengan dana yang cukup. Kita harus tetap optimis tapi tetap waspada, karena kita tidak akan pernah tahu.

B: Di tengah risiko kenaikan inflasi dan suku bunga global, faktor apa saja yang bisa menjadi sentimen positif untuk mendorong kinerja BCA tahun ini? Apa saja target perseroan untuk tahun ini?

J: Ada beberapa hal yang harus dilihat, pertama kredit tahun lalu mencapai pertumbuhan 11,7%, tahun ini kami usahakan 12%. Kalau lending itu nambah, kita tidak perlu naikkin bunga banyak-banyak. Bahkan KPR saya tahan tidak mau dinaikkan bunganya. Ini adalah satu keunggulan, kenapa? karena DPK kita terus mengalir, terutama yang berasal dari giro dan tabungan. Ini membuat biaya dana (cost of fund) relatif murah.

Pertumbuhan kredit diperkirakan mencapai dua digit, tentu hal-hal ini yang paling positif dan kualitas dari pinjaman itu penting jangan sampai terjadi NPL yang tiba-tiba melonjak besar. Itu yang kita jaga dan selama ini kualitas NPL dan loan kita bagus.

Dan kita mengalami kenaikkan dari transaksi digital itu luar biasa. Ini lebih menghemat cost, daripada harus dikerjakan manual. Ini meningkatkan cost efficiency ratio sampai 32%. Jadi luar biasa, dari segi biaya kita bisa mengendalikan dengan baik.

Pergerakan saham PT Bank Central Asia (BCA)

B: Presiden Jokowi menekankan perbankan domestik harus mendukung pembiayaan smelter dalam rangka hilirisasi industri dalam negeri. Bagaimana menurut Anda?

Pertama mengenai hilirisasi, siapapun pasti mendukung. Tapi dalam memproses bahan mentah menjadi barang jadi itu membutuhkan smelter yang bernilai Rp 5 triliun - Rp 15 triliun, itu jumlah yang besar dan mereka rata-rata meminta pinjaman dolar US.

Karena itu butuh ketersediaan dolar supaya mencukupi. Tapi dolar juga tidak selikuid Rupiah. Jadi kita harus hati-hati menyediakan likuiditas dalam dolar. 

Jangan lupa smelter ini digerakkan harus ada tenaga listrik dari mana? Kalo PLN tidak mencukupi pasti ambil dari batu bara dan ini bertentangan dengan ESG.

Jadi dilema ini kita harus dudukan bersama. Jadi harus bisa betul-betul mendukung keinginan Presiden untuk terus menghasilkan semi finish good atau finish good yang hasilnya bisa 30 kali dari bahan mentah itu bagus sekali jalannya betul sekali arahnya.

B: Presiden juga menyoroti tingginya NIM perbankan nasional. Bagaimana menurut Anda?

J: Kita lihat ke belakang ketika The Fed menaikkan bunga sekitar April tahun lalu, BI rate mulai naik Agustus.  Seingat saya, BCA saja baru menaikkan bunga deposito baru Februari 2023 kemarin. Berarti cost of fund (biaya dana) kita flat. Bunga kredit juga belum kita naikkan, seperti bunga KPR atau KKB. Pertanyaannya kenapa NIM bisa besar? Kalau cost of fund kita murah kemudian JAIBOR naik, otomatis money market mendukung placement antarbank. Placement bisa ke BI, bisa beli SBN, SBN juga interest rate ditawarkan cukup tinggi, ini menyebabkan pendapatan bunga dari non-loan kita naikknya cukup besar. Dapat dari penempatan, ada kenaikkan dari situ. 

Kenapa besar? Di satu sisi karena biaya kita efisien. Memang kita akuin NIM kita besar tapi karena kita bisa menekan cost daripada CASA.

B: Apa harapan Anda untuk ekonomi di 2023?

J: Harapan saya terutama dengan baiknya ekspor dan policy hilirisasi berjalan terus sehingga kurs bisa dikendalikan stabil, ini penting karena bunga hanya sepersekian dari bisnis, tapi kalau exchange rate naik bahan baku semua impor itu akan terkena semua. Dengan proses hilirisasi berjalan dolar masuk akan bertambah maka kita harapkan nilai tukar bisa terkendali dan ini bisa membantu dunia bisnis. Harapan saya ke depan jangan terlalu khawatir dengan resesi, harus tetap optimis tapi hati-hati. Harus bisa menyediakan likuiditas jangan hanya fokus pada pertumbuhan. 

(evs)

No more pages