Logo Bloomberg Technoz

Muna kemudian dibuang di pinggir jalan, dalam keadaan berdarah dan kesakitan. Ia berhasil pulang ke rumah berkat bantuan penjaga toko yang merupakan teman dari keluarganya. Orang tua Muna mengajukan pengaduan ke otoritas kehakiman, yang merujuk mereka ke seorang psikolog.

Mereka kemudian mendapat saran untuk tak mendatangi rumah sakit karena sudah dikendalikan RSF. Hal tersebut membuat keluarga Muna membawa anaknya ke klinik swasta untuk memeriksa infeksi penyakit menular seksual dan membeli pembalut serta obat penghilang rasa sakit di Apotek.

Beberapa hari kemudian, Muna dan keluarga meninggalkan Ibut Kota. Mereka kemudian menghilang tanpa kabar. Akan tetapi, orang tua Muna sempat memberikan izin kepada Bloomberg untuk membagikan kisah anaknya. Muna hanyalah nama samaran, identitas mereka tak diunggap dengan alasan keamanan.

Sementara itu, kasus pemerkosaan Muna yang terungkap dalam dokumen pemerintah yang ditinjau oleh Bloomberg dan diverifikasi oleh dua orang relawan, merupakan salah satu contoh dari kekerasan seksual yang terjadi dalam konflik Sudan. Para aktivis mengatakan banyak kasus yang tidak dilaporkan, khususnya di negar-negara di mana pemerintah melarang keberadaan jurnalis asing.

Konflik di Sudan meletus April lalu. Saat itu, dua jenderal yang telah memerintah Sudan sejak kudeta pada Oktober 2022 mulai memperdebatkan rencana transisi ke demokrasi yang didukung secara internasional. Ketika bentrokan tersorot oleh media, negara-negara tetangga seperti Chad, Republik Afrika Tengah, Mesir, Eritrea, Ethiopia, Libya, dan Sudan Selatan; termasuk Amerika Serikat dan Arab Saudi mencoba menengahi perdamaian untuk menghindari terjadinya perang saudara besar yang menyebar melintasi perbatasan.

Belasan kekerasan seksual telah dilaporkan di Sudan. (Sumber: Bloomberg)

Lebih dari 2,9 juta orang telah meninggalkan rumah mereka sejak konflik dimulai, dengan lebih dari 700.000 orang mencari perlindungan di wilayah tersebut. Sementara itu, menurut Armed Conflict Location and Event Data Project, sebuah badan riset AS, sekitar 3.000 orang telah dilaporkan tewas. RSF dan Militer Sudan dituding melakukan kekerasan, termasuk pelecehan seksual kepada perempuan dan gadis-gadis; seperti Muna.

Kantor Hak Asasi Manusia PBB di Sudah mengatakan telah mendapatkan 21 laporan kredibel terkait kekerasan seksual saat konflik terhadap setidaknya 57 orang perempuan dan anak gadis. Sulima Ishaq, direktur Unit untuk Memerangi Kekerasan Terhadap Perempuan di bawah Kementerian Pembangunan Sosial, mengatakan timnya telah mencatat 88 insiden, 42 terjadi di Khartoum dan sisanya di Darfur, di lokasi terjadinya serangan bermotif konflik etnis.

Kasus-kasus tersebut merupakan sebagian kecil dari total, menurut Ishaqm, yang mendokumentasikan penyerangan Muna. "Angka-angka tersebut tidak mewakili apa yang sebenarnya terjadi," kata dia.

Di negara konservatif yang sebagian besar posisi kekuasaan dikuasai oleh laki-laki, "ada banyak stigma seputar kekerasan seksual, dan semua tidak dilaporkan."

Petugas kesehatan dan aktivis mengatakan sebagian besar gadis-gadis dan perempuan yang melaporkan kasus pelecehan menuding RSF. Namun, seorang juru bicara kelompok paramiliter membantah tuduhan tersebut. Ia mengatakan, "RSF dengan keras mengutuk semua bentuk perilaku tidak etis dan dengan tegas menolak tuduhan yang dilontarkan terhadap pasukan kami."

Sementara juru bicara Militer Sudan tidak merespons permintaan untuk berkomentar.

Salah satu laporan kasus paling parah dalam konflik terjadi ketika tentara RSF menculik 25 perempuan berusia di antara 14 hingga 56 tahun, yang melakukan perjalanan dari Nyala ke wilayah Darfur, ke sebuah kamp pengungsian internal, 1 Mei 2023.

Menurut laporan yang ditulis oleh unit Ishaq dan dilihat oleh Bloomberg, mereka dibawa ke sebuah hotel tempat mereka berulang kali menjadi korban pemerkosaan. Tujuh orang menolak bantuan medis, baik karena takut distigmatisasi atau karena trauma yang mereka alami.

Pemerkosaan dan kekerasan seksual selama perang ditujukan untuk mempermalukan kelompok, juga individu agar tunduk sepenuhnya. Keduanya dianggap sebagai kejahatan perang dan pelanggaran hukum HAM internasional.

Di Sudan, tindakan semacam itu juga dilakukan oleh para tentara untuk mengusir warga dari rumah, yang kemudian digunakan oleh mereka sebagai rumah persembunyian atau untuk menempatkan para sniper, menurut Enas Muzamil seorang aktivis hak-hak perempuan yang bekerja dengan para korban kekerasan seksual di Sudan.

"Anggota milisi melakukan kejahatan ini di Khartoum dan Darfur, selain menjarah, menduduki rumah, dan mengusir warganya," katanya.

Pada kondisi normal, dokter dan petugas kesehatan akan membantu korban kekerasan seksual, namun jumlahnya semakin berkurang. Menurut laporan Preliminary Committee of Sudanese Doctors, asosiasi yang mendokumentasikan jumlah staf medis yang tewas, sebanyak 27 orang tewas karena penembakan sejak konflik dimulai.

Setidaknya tiga dokter diculik selama periode yang sama, baik karena keterkaitan mereka dengan kelompok perlawanan pro-demokrasi atau untuk merawat para pejuang yang terluka. Kata Abdul Mounem, anggota senior Central Committee of Sudanese Doctors, karena sebagian besar pasokan medis didistribusikan ke warga sipil melalui Kementerian Kesehatan, RSF juga menjarah dan menyita rumah sakit.

Sehingga, para korban perempuan mulai memanfaatkan media sosial untuk melaporkan kekerasan seksual. Menurut Mahasin Dahab, kepala grup Sudanese Archive, para aktivis online yang menerima laporan tersebut merujuk beberapa kasus kekerasan seksual ke LSM.

(bbn)

No more pages