Media pemerintah Iran melaporkan bahwa tim ekonomi pemerintah mengadakan pertemuan darurat untuk membahas "kebijakan mata uang, perdagangan, dan kesejahteraan publik."
Lalu pada Senin sore, Kantor Berita Republik Islam (IRNA) yang dikelola pemerintah melaporkan bahwa Presiden Masoud Pezeshkian telah menerima pengunduran diri Gubernur Bank Sentral Mohammad-Reza Farzin, dan menunjuk mantan Menteri Ekonomi Abdolnaser Hemmati sebagai penggantinya.
Meski masih terbatas secara skala dan intensitasnya, protes di Teheran menyoroti tekanan akibat inflasi yang melonjak dan biaya hidup yang meningkat bagi jutaan warga Iran.
Sanksi-sanksi membebani ekonomi Iran, mengurangi pendapatan pemerintah, terutama dari ekspor minyak. Serangan udara Israel pada Juni yang menghantam situs nuklir Iran, dibantu oleh pemerintahan Presiden AS Donald Trump, mengakhiri negosiasi berbulan-bulan antara Teheran dan Washington mengenai kesepakatan untuk membatasi aktivitas nuklir Iran dengan imbalan pencabutan sanksi.
Mengatasi hal tersebut, Iran mencari sumber pendapatan baru, termasuk menaikkan harga bensin yang disubsidi besar-besaran untuk kali pertama sejak 2019. Langkah ini pernah memicu protes mematikan di masa lalu.
Pekan lalu, pemerintah memperkenalkan rancangan anggaran untuk tahun fiskal Iran berikutnya, menargetkan peningkatan pendapatan pajak sebesar 60%. Rancangan tersebut juga mengusulkan kenaikan gaji sebesar 20% bagi pegawai pemerintah dan pensiunan, jauh di bawah tingkat inflasi yang melebihi 40%.
Di Grand Bazaar Teheran, beberapa video yang muncul menunjukkan pasukan keamanan menggunakan gas air mata untuk membubarkan kerumunan. Bloomberg tidak dapat memverifikasi secara independen keaslian rekaman tersebut.
(bbn)
































