Kepolisian New South Wales dalam unggahan di platform X pada Senin menyatakan 16 orang meninggal dunia dan 40 lainnya masih dirawat di rumah sakit akibat penembakan tersebut, termasuk dua personel polisi yang turut menjadi korban luka. Perdana Menteri NSW Chris Minns mengatakan para korban berusia antara 10 hingga 87 tahun.
“Pantai Bondi dan jalan-jalan di sekitarnya di kawasan Bondi akan ditutup hari ini seiring penyidik terus bekerja di lokasi kejadian,” kata kepolisian.
Insiden ini menjadi penembakan massal paling mematikan di Australia sejak tragedi Port Arthur di Tasmania pada 28 April 1996, ketika seorang pelaku menewaskan 35 orang.
“Ada malam-malam yang mengoyak jiwa bangsa kita,” kata Albanese. “Di saat kegelapan ini, kita harus menjadi cahaya bagi satu sama lain.”
Populasi Yahudi di Australia diperkirakan berjumlah 116.967 orang pada 2021, termasuk salah satu dari 10 komunitas Yahudi terbesar di dunia. Bondi, yang berada di wilayah timur Sydney, merupakan salah satu pusat komunitas Yahudi di negara tersebut.
Para pelaku melepaskan tembakan sekitar pukul 18.45 waktu setempat, saat lebih dari 1.000 orang menghadiri acara Chanukah by the Sea pada malam musim panas yang hangat.
Salah satu korban mengatakan ia baru tiba di Australia beberapa hari sebelumnya dari Israel, tempat ia tinggal selama 13 tahun, untuk membantu komunitas Yahudi di Sydney menghadapi berbagai insiden antisemitisme. Dalam wawancara dengan Channel Nine, dengan wajah berlumuran darah dan kepala dibalut perban, ia mengatakan komunitas Yahudi akan semakin saling menguatkan setelah penembakan tersebut.
Australian Broadcasting Corp menayangkan rekaman dua pria berpakaian hitam yang menembaki kerumunan dari sebuah jembatan penyeberangan dekat pantai. Dalam cuplikan lain yang belum dikonfirmasi, seorang warga terlihat menerjang dan melucuti salah satu pelaku—tindakan yang disebut Minns sebagai benar-benar heroik dan kemungkinan telah menyelamatkan banyak nyawa.
Direktur Jenderal Australian Security Intelligence Organisation (ASIO) Mike Burgess mengatakan tingkat ancaman teror nasional tetap berada pada level “probable” meski terjadi insiden pada Minggu.
Di negara bagian Victoria, polisi menyatakan telah mengerahkan sumber daya tambahan ke kawasan Caulfield dan wilayah Glen Eira di Melbourne untuk menenangkan komunitas Yahudi setempat.
Menteri Luar Negeri Israel Gideon Sa’ar mengatakan penembakan tersebut “merupakan hasil dari amukan antisemitisme di jalan-jalan Australia selama dua tahun terakhir,” seraya menambahkan bahwa “pemerintah Australia, yang telah menerima begitu banyak tanda peringatan, harus segera sadar!”
Dalam sebuah acara penghargaan atas pencapaian luar biasa para imigran ke Israel di Kediaman Presiden di Yerusalem, Presiden Israel Isaac Herzog menyebut penembakan itu sebagai “serangan kejam terhadap orang-orang Yahudi yang hendak menyalakan lilin pertama Chanukah di Bondi Beach.”
Sejumlah sinagoga di Australia, bersama bisnis dan rumah warga Yahudi, menjadi sasaran serangan sejak pecahnya konflik di Gaza yang dipicu oleh serangan Hamas ke Israel pada 7 Oktober 2023.
Pada Oktober 2024, dua pria bertopeng membakar Lewis’ Continental Kitchen di Bondi setelah menyiramnya dengan bahan pemicu api. Bulan berikutnya, pelaku menyemprotkan grafiti anti-Israel dan membakar sebuah kendaraan di Woollahra—kawasan dengan komunitas Yahudi besar—yang merusak lebih dari 10 mobil dan beberapa bangunan.
Pada Desember tahun lalu, pelaku membobol Sinagoga Adass Israel di Ripponlea, Victoria, dan menyebarkan bahan pemicu api dalam apa yang digambarkan polisi sebagai kemungkinan serangan teroris. Beberapa hari kemudian, serangan grafiti dan pembakaran lainnya menyasar sebuah jalan di Woollahra yang dipilih karena dianggap sebagai kawasan Yahudi.
Pada periode yang sama, sekitar 20 anggota kelompok neo-Nazi berkumpul di luar sebuah gedung pemerintah di Melbourne dengan membawa spanduk bertuliskan “Yahudi membenci kebebasan.”
Tahun ini, Albanese mengatakan Australia menemukan intelijen bahwa Korps Garda Revolusi Islam Iran mengarahkan setidaknya dua serangan pembakaran tahun lalu—termasuk insiden restoran Bondi dan sinagoga di Melbourne—yang mendorong Canberra mengusir duta besar Iran, langkah pertama semacam itu sejak Perang Dunia II.
Kejahatan Senjata Api
Serangan di Bondi kembali menyoroti celah dalam kerangka pengendalian senjata api Australia, sistem yang kerap dijadikan rujukan internasional. Namun, penerapannya dinilai masih belum merata.
Laporan Australia Institute pada Januari menemukan bahwa seluruh negara bagian dan teritori belum memenuhi tolok ukur utama pengawasan yang efektif, termasuk transparansi pelaporan data dan pembatasan jumlah senjata api yang dapat dimiliki secara legal oleh seseorang.
Laporan tersebut juga menunjukkan konsentrasi kepemilikan senjata yang kian tinggi: rata-rata pemegang lisensi memiliki lebih dari empat senjata api, bahkan dua warga di pinggiran Sydney tercatat masing-masing memiliki lebih dari 300 senjata.
Dengan menggunakan kartu penilaian untuk mengukur yurisdiksi berdasarkan kebijakan seperti batas kepemilikan dan ketersediaan data, Australia Institute menilai New South Wales—yang menjadi rumah bagi Sydney—sebagai wilayah dengan kinerja transparansi terbaik, meski kelemahan di tingkat nasional masih bertahan.
(bbn)




























