Setelah menurunkan suku bunga dua kali tahun ini, pejabat The Fed berbeda pendapat mengenai seberapa besar lagi suku bunga harus diturunkan. Bulan lalu, Gubernur The Fed Jerome Powell mengatakan pemotongan suku bunga pada Desember bukanlah hal yang pasti.
Beberapa pejabat yang berbicara sejak pertemuan bank sentral pada Oktober menekankan perlunya jeda pemotongan suku bunga pada Desember, dengan alasan perlu mengendalikan inflasi agar tak melebihi target.
Musalem melihat tanda-tanda semakin meningkatnya tekanan di kalangan rumah tangga berpenghasilan rendah dan menengah yang kesulitan menanggung kenaikan biaya. Hal ini mendorong semakin banyak orang untuk mengunjungi lumbung pangan dan meminta bantuan untuk membayar tagihan listrik.
Dia menyebut hal itu sebagai bukti bahwa konsumen kehilangan daya beli akibat inflasi.
Pendapatan Riil
"Tren ini menekankan pentingnya kami memenuhi mandat inflasi, mengembalikannya ke sekitar 2%, sehingga masyarakat dapat membangun kembali pendapatan riil mereka," paparnya.
Gubernur The Fed St Louis mengungkap hanya sekitar 40% dari inflasi yang melebihi target 2% bank sentral disebabkan oleh tarif. Pembuat kebijakan perlu terus melawan faktor-faktor lain yang mendorong kenaikan harga, termasuk inflasi jasa yang sulit ditekan.
Meski pasar tenaga kerja melemah dan tingkat pengangguran bisa menguat akibat shutdown, Musalem memperkirakan lanskap tenaga kerja akan stabil di sekitar kesempatan kerja penuh.
Dalam wawancara terpisah di Bloomberg Television, Musalem mengakui adanya kekhawatiran akan valuasi aset dan merujuk pada laporan stabilitas keuangan semi-tahunan terbaru The Fed.
"Bukan tugas kami untuk memberi pendapat tentang valuasi pasar tertentu, tetapi jika Anda melihat laporan tersebut, harga rumah tampaknya lebih tinggi dibandingkan standar historis, harga saham tampaknya tinggi, dan bagi saya itu hanyalah sisi lain dari kondisi keuangan yang akomodatif," tukas Musalem.
(bbn)




























