Logo Bloomberg Technoz

“Jadi di dalam PP ini kan harus ada peraturan pelaksanaan. Jadi kami dari Kementerian ESDM lagi menyelesaikan peraturan pelaksanaan untuk pelaksanaan PP ini,” tegas dia.

Untuk diketahui, Presiden Prabowo Subianto resmi menerbitkan PP No. 39/2025 yang turut meregulasi mekanisme pengelolaan tambang yang dilakukan oleh koperasi, organisasi kemasyarakatan keagamaan, dan usaha kecil menengah (UKM).

Adapun, PP No. 39/2025 merupakan perubahan atas PP No. 96/2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara yang ditetapkan Presiden Prabowo Subianto pada 11 September 2025 dan diundangkan pada hari yang sama.

Dalam beleid tersebut, unit usaha mikro tersebut diperbolehkan mengelola tambang melalui mekanisme pemberian Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) di tambang mineral logam dan batu bara.

Menteri Koperasi Ferry Juliantono menyebut, dalam Pasal 26 F, ditegaskan luas WIUP mineral logam atau WIUP batu bara untuk koperasi dan badan usaha kecil dan menengah diberikan paling luas 2.500 hektare (ha).

"Dengan terbitnya PP tersebut, koperasi sudah bisa menggarap dan mengelola sektor pertambangan seperti mineral dan batu bara," kata Ferry, dalam keterangan resmi, dikutip Rabu (8/10/2025).

Ferry menjelaskan, terdapat sejumlah langkah verifikasi yang harus dijalani unit usaha mikro tersebut jika ingin mengelola tambang.

Misalnya, melakukan verifikasi kriteria administratif terhadap legalitas dan kriteria keanggotaan koperasi dan dilakukan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang koperasi terhadap koperasi.

Selain itu, berdasarkan hasil verifikasi tersebut nantinya menteri teknis menerbitkan persetujuan pemberian WIUP mineral logam atau WIUP batubara dengan cara prioritas melalui sistem online single submission (OSS) atau perizinan berusaha terintegrasi secara elektronik.

"Kebijakan ini diharapkan dapat memberikan dampak ekonomi yang lebih besar bagi masyarakat, khususnya di wilayah dengan potensi tambang," kata Ferry.

Dalam kaitan itu, dia berharap bahwa daerah yang memiliki potensi tambang diharapkan pengelolaannya tidak hanya berpusat pada perusahan besar usai terbitnya beleid tersebut.

"Tetapi, juga oleh koperasi yang berorientasi pada kesejahteraan masyarakat setempat," ungkap Ferry.

Ferry mengklaim kebijakan ini sejalan dengan amanat Pasal 33 UUD 1945, yang menegaskan bahwa pemanfaatan sumber daya alam harus dikelola sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat, antara lain melalui lembaga berbasis kerakyatan seperti koperasi.

"Saya yakin program itu akan berdampak lebih luas. Jadi, ini akan menjadi kegiatan baru dari koperasi dan akan kita jadikan koperasi ini menjadi badan usaha yang lebih baik," klaim dia.

Awalnya, melalui PP No 25/2024 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, ormas keagamaan hanya diberikan jatah wilayah izin usaha pertambangan (WIUP) eks PKP2B.

Beberapa di antaranya a.l. tambang batu bara bekas milik PT Arutmin Indonesia, PT Kendilo Coal Indonesia, PT Kaltim Prima Coal, PT Adaro Energy Tbk, PT Multi Harapan Utama (MAU), dan PT Kideco Jaya Agung.

Salah satu ormas keagamaan yang telah mendapatkan IUP yakni Nahdlatul Ulama (NU). NU mendapatkan IUP di lahan tambang eks perusahaan pemegang PKP2B, PT Kaltim Prima Coal (KPC).

Sementara Muhammadiyah, sebelumnya dijanjikan untuk mengelola tambang bekas PKP2B milik PT Alamtri Resources Indonesia Tbk. (ADRO), yang sebelumnya dikenal sebagai PT Adaro Energy Indonesia Tbk.

Akan tetapi, Kementerian ESDM mensinyalir rencana tersebut berpotensi batal. Kini, Kementerian ESDM masih melakukan kajian terkait dengan tambang bekas kelolaan Adaro tersebut.

Kajian itu akan menjadi penentu apakah Muhammadiyah akan mendapatkan izin usaha pertambangan (IUP) mengelola tambang eks Adaro, atau justru mengelola tambang lainnya.

(azr/wdh)

No more pages