Sementara itu, trendline sebelumnya menjadi resisten psikologis potensial yaitu Rp 16.540/US$. Kemudian target penguatan lanjutan ada di Rp 16.500/US$ sampai dengan tertembusnya Rp 16.470/US$.
Penyebab Kelesuan Rupiah
Suasana pelemahan rupiah sudah terasa bahkan sebelum pasar spot dibuka. Sebab, sinyal pelemahan rupiah sudah terlihat jelas di pasar Non-Deliverable Forwards (NDF).
Untuk tenor satu bulan, rupiah di pasar NDF melaju di rentang Rp 16.610-16.615/US$.
Apa mau dikata, dolar AS memang sedang bertenaga. Kemarin, Dollar Index (yang menggambarkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) menguat 0,39% ke 98,108.
Pagi ini, Dollar Index masih menguat 0,6% menuju 98,169.
Keperkasaan dolar AS datang akibat penutupan pemerintahan sementara alias government shutdown Amerika Serikat (AS) membuat pelaku pasar menjadi gusar. Shutdown mengakibatkan penundaan rilis data penting, seperti perkembangan ketenagakerjaan yang seyogianya diumumkan pekan lalu.
Shutdown pemerintahan Donald Trump berefek tertundanya rilis data penting, sehingga semakin memperparah outlook ekonomi yang sudah tidak jelas. Tanpa data resmi, para trader mengandalkan laporan privat untuk berbagai sinyal, sementara Bank Sentral AS kesulitan menilai kondisi yang berubah.
Melansir riset Bloomberg Economics, Jika penutupan ini berlangsung tiga minggu lagi, maka data inflasi (Consumer Price Index/ CPI) September yang diagendakan pada 15 Oktober tidak akan dirilis, dan pengumpulan data–data statistik pengangguran bulan Oktober juga akan terganggu.
Rapat FOMC pada 28–29 Oktober hanya tinggal beberapa minggu lagi. Dengan asumsi penutupan berlangsung hingga tiga minggu ke depan, kemungkinan besar The Fed akan mengambil keputusan tanpa memiliki pandangan yang jelas tentang kondisi ekonomi terbaru.
Memang ada beberapa sumber data alternatif, tetapi kualitasnya tidak dapat sepenuhnya menggantikan data resmi pemerintah.
“Selain itu, notulen rapat FOMC bulan September (dirilis Rabu) juga akan menjadi sorotan, dan diperkirakan akan menunjukkan nada pembahasan yang lebih hawkish dibanding kesan yang ditunjukkan Powell dalam konferensi pers pasca rapat,” sebut riset tersebut, Selasa.
Saat The Fed galau, berinvestasi di aset–aset berbasis dolar AS (terutama di instrumen berpendapatan tetap) tidak akan terlalu rugi. Arus modal pun mengalir deras ke Negeri Adikuasa, sehingga membuat dolar AS berjaya.
Akibatnya prospek pelonggaran kebijakan moneter menjadi agak samar–samar.
Hal ini kemudian dimanfaatkan investor untuk mulai memborong dolar AS. Perilaku ini membuat mata uang Negeri Adidaya mulai bangkit dari pelemahan.
(fad/aji)




























