“Jadi tugas mereka [Pertamina] untuk mencari aset untuk diakuisisi baik itu di Amerika Serikat dan tempat lainnya,” kata Pandu.
Sampai semester I-2025, Pertamina lewat anak usahanya PT Pertamina Hulu Energi (PHE) mencatat lifting minyak sebesar 557 ribu barel per hari (bph) dan produksi gas sebesar 2.798 juta standar kaki kubik per hari (MMscfd).
Torehan lifting minyak Pertamina itu lebih rendah 7,9% dari target yang disematkan pemerintah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 sebesar 605 bph.
Adapun, sebagian lifting minyak itu berasal dari portofolio aset luar negeri yang dikendalikan PHE lewat anak usahanya, PT Pertamina Internasional EP (PIEP).
Sepanjang 2024, unit bisnis internasional Pertamina itu menorehkan lifting minyak 111% dari target, dengan kontribusi utama berasal dari partisipasi minor di sejumlah blok tersebar di Irak, Gabon dan Angola.
Sementara itu, produksi gas perseroan mencapai 151% dari target berasal dari aset di Aljazair, Malaysia, dan Tanzania.
Menurut keterangan manajemen, total produksi migas setara minyak PIEP mencapai 221 ribu barel per hari atau 120% dari target RKAP 2024.
Bidik Proyek Pikka
Arahan dari BPI Danantara itu belakangan sejalan dengan kabar pembicaraan akhir Pertamina untuk membeli 12,5% saham Repsol SA di Proyek Pikka, Alaska.
Sumber Bloomberg Technoz menuturkan PHE bakal membeli 12,5% hak partisipasi Repsol SA di ladang minyak tersebut, dengan nilai transaksi di bawah US$1 miliar.
Menurut sumber yang mengetahui proses negosiasi tersebut, hitung-hitungan nilai transaksi itu telah mengerucut dan diharapkan rampung akhir tahun ini.
Rencanannya, PHE bakal menggunakan sebagian dana yang dihimpun dari penerbitan obligasi global atau global bond di Bursa Efek Singapura pada Mei 2025 untuk membiayai akuisisi ini.
Saat itu, PHE tercatat menerbitkan obligasi global senilai US$1 miliar untuk jangka waktu 5 tahun dengan harga par dan tingkat kupon sebesar 5,22%.
Selain proyek Pikka, menurut sumber yang sama, PHE disebut turut mengincar akuisisi sejumlah blok minyak yang telah beroperasi atau operating field untuk meningkatkan aset perusahaan.
Manuver itu dikabarkan dilakukan untuk mempersiapkan anak usaha PT Pertamina (Persero) yang mengurusi bisnis hulu migas itu melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun depan.
Akuisisi sejumlah blok minyak itu juga diharapkan dapat menambal defisit lifting minyak pada aset dalam negeri saat ini.
Untuk diketahui, ladang minyak Pikka digarap Santos bersama dengan Repsol. Santos, perusahaan berbasis di Australia Selatan, memegang 51% hak partisipasi sebagai operator dan sisanya dipegang Repsol.
Nilai proyek itu ditaksir mencapai US$2,6 miliar dengan estimasi lifting mencapai 80.000 bph. Lapangan itu ditarget onstream pada awal 2026.
Belakangan, Santos memastikan proyek lapangan minyak Pikka fase I bisa onstream lebih awal pada kuartal I-2026.
Lewat keterbukaan informasi untuk kinerja semester I-2025, Managing Director & CEO Santos Kevin Gallagher mengatakan perseroannya tengah mempercepat target onstream itu yang sebelumnya ditenggat kuartal II-2026.
“Dengan 21 sumur yang telah dibor, proyek ini menunjukkan kemajuan yang kuat,” kata Gallagher lewat keterangan resmi dikutip, Selasa (23/9/2025).
(naw/wdh)
































