Dia memprediksi sektor migas Indonesia akan terus berkembang mengikuti permintaan migas dunia yang masih tinggi hingga 2050. Dengan begitu, pembangunan infrastruktur di hulu dan hilir migas akan sangat dibutuhkan pada masa mendatang.
“[Pada] 2050 permintaan migas kita tuh, kebutuhan migas itu tetap naik. Jadi enggak ada itu namanya sunset migas di Indonesia,” tegas Moshe.
Seleksi Ketat
Akan tetapi, Moshe juga berharap kredit yang dikucurkan perbankan ke sektor usaha tetap dilakukan melalui proses seleksi yang ketat. Perbankan diharapkan tetap mengkaji penerima dan pemanfaatan kredit yang disalurkan tersebut.
“Jadi memang masalah kontrol, monitoring ini sangat-sangat penting dan itu enggak bisa dilepaskan begitu saja ke sektor perbankan. Perbankan harus bisa dikontrol juga,” tegas Moshe.
Untuk diketahui, Kementerian Keuangan resmi menggelontorkan anggaran kas negara yang dialihkan dari Bank Indonesia (BI) kepada Himbara dalam bentuk deposito on call (DOC) senilai total Rp200 triliun.
Hal tersebut resmi tertuang dalam Keputusan Menteri Keuangan (KMK) Nomor 276 Tahun 2025 tentang Penempatan Uang Negara Dalam Rangka Pengelolaan Kelebihan dan Kekurangan Kas Untuk Mendukung Program Pemerintah dan Pertumbuhan Ekonomi.
Dari dana tersebut, otoritas fiskal negara mematok tenor dalam jangka waktu 6 bulan ke depan, tetapi tetap dapat diperpanjang kemudian.
“Tenor penempatan uang negara dilaksanakan untuk jangka waktu 6 (enam) bulan dan dapat diperpanjang,” tulis Diktum kedelapan.
Secara lebih detail, sejumlah Himbara yang menerima dana tersebut adalah Bank Mandiri, Bank Rakyat Indonesia (Bank BRI), Bank Negara Indonesia (Bank BNI) masing–masing memperoleh likuiditas sebesar Rp55 triliun.
Kemudian, Bank Tabungan Negara (Bank BTN) Rp25 triliun, dan Bank Syariah Indonesia (Bank BSI) Rp10 triliun.
Dana simpanan tersebut juga akan dikenakan tingkat bunga atau imbalan hasil (yield) sebesar 80,476% dari suku bunga acuan Bank Indonesia untuk rekening penempatan dalam rupiah.
(azr/wdh)





























