Sementara itu, produksi feronikel Antam pada periode yang sama mencapai 9.067 ton, dengan penjualan mencapai 5.763 ton.
Di sisi lain, Arianto mengatakan, perseroannya tengah mengejar kontruksi smelter nikel pirometalurgi berbasis rotary kiln electric furnace (RKEF) di kawasan industri Feni Haltim (FHT) akhir bulan ini.
Pabrik pemurnian nikel itu menjadi bagian dari investasi Antam bersama dengan konsorsium yang dipimpin raksasa baterai China, Contemporary Amperex Technology Co Ltd (CATL).
Investasi CATL dilakukan lewat Ningbo Contemporary Brunp Lygend Co Ltd (CBL), usaha patungan bersama dengan Brunp dan Lygend. Dua perusahaan yang disebut terakhir punya keahlian pada pembuatan bahan baku baterai setrum.
“[Kami] akan melakukan injeksi setoran modal pertama, di mana harapannya akan memulai konstruksi di akhir September atau Oktober,” kata dia.
Proyek dengan nilai investasi mencapai US$1,4 miliar itu ditargetkan beroperasi pada 2027 mendatang. Adapun, kapasitas pabrik mencapai 88.000 ton nickel pig iron (NPI) per tahun.
ANTM memegang 40% saham pada usaha patungan yang dibentuk bersama dengan CBL yang mengendalikan smelter itu, PT Feni Haltim (FHT).
“Ini sejalan dengan rencana di mana penyelesaian kontruksi dijadwalkan di akhir 2026 dan commissioning di tahun 2027,” kata dia.
Adapun, proyek smelter itu menjadi bagian dari investasi integrasi CBL bersama dengan Indonesia Battery Corporation (IBC) dengan kode proyek Dragon.
Investasi terintegarasi dari sisi hulu tambang ke perakitan baterai listrik itu diperkirakan bakal menelan investasi mencapai RpUS$6 miliar atau sekitar Rp96 triliun.
(art/naw)






























