“Mohon dipertimbangkan, supaya tebunya itu masih bisa diserap terus, bisa giling terus, jadi tetesnya itu harus keluar. Keluarnya salah satunya buat etanol. Jadi tolong bisa juga diukur importasi etanol,” ujarnya.
Akan tetapi, kata Arief, pembatasan impor etanol merupakan kebijakan dan kewenangan Kemendag.
“Itu yang kami usulkan [pembatasan impor etanol]. Tapi kan Menteri Perdagangan nanti akan exercise, akan buat formula juga,” imbuhnya.
Sebelumnya, Asosiasi Produsen Spiritus dan Etanol Indonesia (Apsendo) menyatakan pelaku industri menahan pembelian molase dari petani dan pabrik gula yang mengakibatkan harga molase di petani anjlok. Saat ini harga tetes tebu turun menjadi Rp1.000/kg dari sebelumnya Rp2.500/kg–Rp3.000/kg.
Ketua Umum Apsendo Izmirta Rachman mengungkapkan alasan industri etanol yang menahan pembelian tetes tebu tersebut lantaran khawatir terjadi banjir impor yang mengancam kelangsungan industri etanol nasional, imbas adanya pemberlakuan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 16 Tahun 2025 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor (Permendag 16/2025).
Menurutnya, beleid itu telah menghapus ketentuan wajib persetujuan impor (PI) untuk sejumlah komoditas, termasuk etanol dan bahan bakunya. Alhasil, industri etanol tak berani menyerap molase dari petani lantaran pasar dibanjiri etanol impor murah imbas Permendag 16/2025.
“Kami takut dengan banjirnya impor dari luar negeri. Karena nanti siapapun bisa mengimpor. Nanti semua pembeli etanol kami, industri farmasi, obat-obatan, kosmetik, akan langsung impor dari luar negeri. Karena nggak ada lagi PI. Setiap orang bisa impor,” tutur Izmirta saat ditemui seusai Seminar Ekosistem Gula Nasional, Rabu (27/8/2025).
Dia menyebut industri etanol justru akan membeli molase dengan tarif bea masuk 0% dari Pakistan dan Amerika Serikat (AS). Sebab, harga etanol yang lebih murah akan membuat produk dalam negeri menjadi tak laku dan mengancam kelangsungan industri etanol dalam negeri.
“Tidak ada lagi yang membeli etanol produksi dalam negeri. Kenapa? Satu, tarifnya 0%. Kedua, harganya lebih murah. Dan ini akan mematikan industri domestik,” ungkapnya.
Harga etanol impor memang jauh lebih murah dibandingkan etanol domestik. Dia mengungkap etanol dalam negeri dibanderol Rp10.600/liter, sedangkan etanol impor berada di kisaran Rp8.000/liter.
Kondisi ini, lanjutnya, membuat industri etanol tak menyerap 660.000 ton tetes tebu petani lantaran khawatir etanol lokal tak bisa bersaing dengan banjirnya etanol impor murah.
“Kenapa nggak kami beli? Karena kami terancam masa depan yang suram terkait dengan banjirnya barang impor,” tuturnya.
Walhasil, industri etanol tidak membeli molase saat musim giling lantaran takut kalah saing dengan etanol impor murah yang bisa mengancam kelangsungan usaha mereka ke depannya.
(ell)































