Pada dasarnya, selain burden sharing, bank sentral telah mendukung program-program pemerintah melalui pembelian SBN di pasar sekunder. Dukungan BI ditempuh tetap sesuai dengan kaidah kebijakan moneter yang berhati-hati. Pembelian SBN di pasar sekunder dilakukan secara terukur, transparan, dan konsisten dengan upaya menjaga stabilitas perekonomian sehingga terus menjaga kredibilitas kebijakan moneter.
"Sinergi kebijakan fiskal dan moneter untuk mendorong pertumbuhan ekonomi tetap mengacu pada prinsip-prinsip kebijakan fiskal dan moneter yang prudent serta tetap menjaga disiplin dan integritas pasar," tegas Ramdan.
Sesungguhnya, kebijakan moneter diarahkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dengan tetap menjaga stabilitas perekonomian. Arah kebijakan ini ditempuh mempertimbangkan pertumbuhan ekonomi global yang belum kuat dan pertumbuhan ekonomi domestik yang masih di bawah kapasitasnya. Sementara itu, inflasi tetap terkendali sesuai dengan target 2,5 +/- 1% serta nilai tukar rupiah yang diperkirakan tetap stabil dan sesuai dengan fundamental mendukung pencapaian sasaran inflasi.
Sejalan dengan arah kebijakan moneter tersebut, BI telah menurunkan BI Rate sebesar 125 basispoin sejak September 2024, yang merupakan level terendah sejak 2022. Kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah juga terus diperkuat dengan intervensi di pasar uang.
Selain itu, BI juga melakukan ekspansi likuiditas melalui penurunan posisi instrumen moneter SRBI dari Rp923 triliun pada awal 2025 menjadi Rp715 triliun pada akhir Agustus 2025. BI juga telah membeli SBN yang hingga akhir Agustus 2025 mencapai Rp200 triliun, termasuk pembelian di pasar sekunder dan program debt switching dengan Pemerintah sebesar Rp150 triliun.
Ke depan, BI mengaku akan terus melakukan sinergi dengan pemerintah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, dengan tetap menjaga stabilitas perekonomian. Dalam kaitan ini, bauran kebijakan Bank Indonesia akan disinergikan dengan kebijakan fiskal, termasuk melalui pembelian SBN di pasar sekunder dan kebijakan insentif likuiditas makroprudensial (KLM) yang telah mencapai Rp384 triliun sampai dengan akhir Agustus 2025. Selain itu, kebijakan digitalisasi sistem pembayaran terus diakselerasi guna mendorong pertumbuhan ekonomi.
(lav)































