Logo Bloomberg Technoz

Di Thailand, para politikus berebut untuk memimpin pemerintahan baru setelah Perdana Menteri (PM) Paetongtarn Shinawatra dipecat.

Hambatan muncul tepat saat valuasi yang lebih rendah dan potensi pemotongan suku bunga meningkatkan prospek rotasi ke Asia Tenggara oleh beberapa dana global.

Gejolak politik guncang pasar Indonesia dan Thailand. (Bloomberg)

'Premi Risiko'

"Risiko politik Indonesia akan meningkat, dan begitu pula premi risiko ekuitas," kata John Foo, pendiri Valverde Investment Partners Pte di Singapura. "Kami underweight terhadap Indonesia karena valuasi tidak mencerminkan masalah mendasar dalam ekonomi."

Demonstrasi dipicu oleh kemarahan atas tunjangan perumahan anggota parlemen—hampir 10 kali upah minimum bulanan di Jakarta—dan diperparah oleh kenaikan pajak, pemutusan hubungan kerja (PHK) massal, dan inflasi yang secara tidak sebanding memukul masyarakat berpenghasilan rendah. Pada Minggu, Prabowo mengumumkan parlemen akan menghapus tunjangan besar bagi para anggotanya.

Thailand telah berjuang selama puluhan tahun untuk mengatasi pertikaian politik internal, yang membuat ekonomi tumbuh lebih lambat dibandingkan dengan negara-negara tetangganya.

Anutin Charnvirakul, politikus konservatif, mengklaim pada Jumat malam bahwa ia memperoleh dukungan yang cukup dari anggota parlemen untuk menjadi PM, mengatakan negara tidak boleh "berhenti total."  

Foo dari Valverde relatif optimistis terhadap Thailand, menyebut valuasi yang rendah dan harapan PM baru akan menstimulus perekonomian. "Pasar siap pada pergantian PM di Thailand," ujarnya.

Bagi Wee Khoon Chong, ahli strategi senior BNY di Hong Kong, baht mungkin akan tetap berada dalam kisaran perdagangan saat ini meski ketidakpastian politik meningkat, sebagian berkat tren penurunan dolar AS.

Menurut data yang dihimpun Bloomberg, pasar saham Indonesia menarik bersih US$676 juta dari investor asing pada Agustus. Sebaliknya, mereka menarik US$670 juta dari Thailand. Hingga saat ini, saham Thailand turun sekitar 10%, sebaliknya pasar saham Indonesia naik sekitar 11%, mencapai rekor tertinggi sebelum kerusuhan meletus.

Di sisi mata uang, rupiah menjadi salah satu mata uang dengan kinerja terlemah di Asia tahun ini, turun lebih dari 2% terhadap dolar AS, sedangkan baht menguat lebih dari 5%.

Prospek Jangka Panjang  

Nirgunan Tiruchelvam, analis Aletheia Capital di Singapura, berpendapat bahwa gejolak di kedua negara saat ini tidak "mengubah prospek jangka panjang" mengingat prospek kebijakan moneter lebih longgar dan valuasi yang ditawarkan bursa saham.

Prabowo memprioritaskan ekspansi ekonomi dan menjalankan agenda populis sejak berkuasa tahun lalu, termasuk program makan bergizi gratis besar-besaran, yang menimbulkan beberapa kekhawatiran akan prospek fiskal Indonesia.

Agenda unggulan lainnya adalah sovereign wealth fund (SWF) yang baru didirikan, Danantara, mengawasi hampir 900 perusahaan negara dan melaporkan aset kelolaan senilai US$1 triliun.

Xin-Yao Ng, Direktur Investasi Aberdeen Investments, menilai kebijakan Prabowo belum berhasil meringankan kesulitan ekonomi yang dihadapi penduduk berpenghasilan rendah di Indonesia. 

"Saya tetap khawatir akan arah ekonomi dan menunggu untuk melihat apa yang dapat dicapai Danantara dalam hal ini," ungkap Ng.

(bbn)

No more pages