Menurutnya, pinjol dan layanan sejenis yang menawarkan kemudahan instan perlu ditertibkan. Sebab, jika konsumen gagal membayar cicilan KPR, risiko pembayaran balik (payback) akan ditanggung pengembang sesuai perjanjian dengan bank. Adhi menyebut pihaknya ingin kendalikan risiko tersebut.
PPN DTP dan Penurunan Suku Bunga Jadi Angin Segar
Di sisi lain, industri properti dan real estate mendapatkan angin segar dengan perpanjangan kebijakan insentif bebas Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas pembelian rumah tapak dan rumah susun sebesar 100% serta penurunan suku bunga oleh Bank Indonesia.
Adhi menyampaikan PPN DTP menjadi stimulus yang sangat besar bagi sektor properti sekaligus perekonomian nasional. Dia menyebut keunggulan utama program ini adalah manfaatnya langsung dirasakan konsumen, bukan pengembang. Namun demikian, dampaknya justru turut mendorong geliat pembangunan dari sisi developer.
“Syarat rumah yang bisa mendapatkan fasilitas PPN DTP adalah yang sudah selesai dan dilunasi. Artinya, developer akan mengeluarkan stok yang siap jual sekaligus membangun proyek baru untuk mengejar target,” ujarnya.
Dia menyambut baik keputusan pemerintah memperpanjang insentif PPN DTP hingga 100% di paruh kedua tahun ini, meski semestinya tinggal 50%.
Asosiasi pengembang, menurutnya, masih berharap program ini bisa dilanjutkan lebih lama.Adapun untuk suku bunga sendiri SMRA menilai tingkat bunga kredit pemilikan rumah (KPR) saat ini sudah berada pada level yang cukup kompetitif bagi konsumen. Bahkan, sejumlah program promosi menawarkan bunga hingga 4% per tahun.
Adhi menyebut tren suku bunga acuan Bank Indonesia (BI Rate) yang berpotensi turun, diharapkan bunga KPR bisa semakin stabil.
Targetkan Marketing Sales Rp5 Triliun
Sepanjang 2025, SMRA sendiri menargetkan marketing sales (pendapatan prapenjualan) mencapai Rp5 triliun. Angka ini sama dengan target pada 2024. Sampai dengan pertengahan Agustus 2025, SMRA berhasil membukukan marketing sales sebesar Rp3,1 triliun.
“Agustus sudah di Rp3,1 triliun, itu sudah sekitar 60%. Kita optimis. Kita bersyukur bahwa market yang middle up itu masih cukup,” jelasnya.
Sementara itu, pada 2024 membukukan marketing sales senilai Rp4,36 triliun sepanjang 2024, lebih rendah dibandingkan target sebesar Rp5 triliun. Dari total capaian tersebut, sekitar 41% dikontribusikan oleh produk yang mendapatkan insentif PPN DTP.
(dhf)































