Meski demikian, ia tetap menilai bahwa peluang investasi tetap terbuka, terutama pada sektor-sektor yang kini menjadi prioritas seperti green economy, hilirisasi, dan transisi energi. Apalagi dengan asumsi yield obligasi pemerintah sekitar 6,9%, sehingga investasi portofolio dinilai cukup menarik.
Namun, untuk investasi jangka panjang, angin segar belum sepenuhnya terasa. Selain itu, pemerintah kata Rizal tidak boleh hanya menciptakan ilusi iklim investasi, melainkan harus memastikan iklim investasi benar-benar nyata agar investor merasa nyaman menanamkan modalnya di Indonesia.
"Jadi kepastian regulasi, kualitas sumber daya, tenaga kerjanya, kepastian energi yang murah, itu juga menjadi catatan-catatan untuk mempercepat atau menjadi angin segar bagi investor. Nah untuk itu di 2026, bagi RAPBN 2026 ini menjadi tahun pertaruhan peluang menurut saya. Tetapi penuh skeptis jika reformasi strukturalnya tidak dijalankan konsisten," jelasnya.
Sebelumnya, dalam pidato pengantar Rancangan Undang-undang (RUU) Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2026 beserta nota keuangan, Presiden Prabowo Subianto menegaskan APBN 2026 akan mencoba mempercepat investasi dan perdagangan global.
"APBN sebagai katalis dengan peran Danantara Indonesia dan swasta harus diperkuat sebagai motor penggerak ekonomi," tegas Prabowo dalam pidatonya, Jumat (15/8/2025).
Salah satunya, lanjut Prabowo, adalah mempercepat hilirisasi sumber daya alam. Nilainya pun cukup tinggi.
"Berbagai proyek hilirisasi dengan nilai investasi US$ 38 miliar (Rp 614,1 triliun) akan kita percepat," ungkap Prabowo.
Proyek hilirisasi tersebut, demikian Prabowo, akan tersebar di berbagai sektor. Ada pertambangan mineral, batu bara, perikanan, sampai energi terbarukan.
(ell)































