“Atas dasar laporan masyarakat dan kajian perizinan, ternyata izin belum lengkap. RKAB belum ada,” tegas dia.
Hingga saat ini, Kementerian ESDM masih melakukan pendalaman terkait dengan luas lokasi pertambangan serta potensi kerugian negara yang timbul akibat aktivitas PETI itu.
Akan tetapi, dia memastikan material hasil penambangan ilegal tersebut telah diamankan oleh Ditjen Gakkum.
“Saat ini masih dalam pengembangan. [Namun] stockpile sudah diamankan di lokasi,” ia menegaskan.
Untuk diketahui, sepanjang 2023 ESDM mencatat terdapat 128 laporan terkait tambang ilegal atau PETI. Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Tri Winarno, dalam paparannya, menjelaskan Sumatra Selatan menjadi provinsi yang paling banyak memiliki laporan PETI, yakni mencapai 26 laporan.
Riau menjadi provinsi kedua yang paling banyak memiliki laporan PETI, yakni 24. Posisi ketiga ditempati oleh Sumatra Utara yang memiliki 11 laporan.
"Terkait dengan penambangan tanpa izin, pada saat perusahaan tidak memiliki izin saat eksplorasi, melakukan operasi produksi, maupun saat orang yang menampung, memanfaatkan ataupun melakukan pengolahan dan pemurnian, ini dikenakan sanksi yang sama, yaitu paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp100 miliar," ujar Tri dalam agenda rapat dengar pendapat dengan Komisi XII DPR, akhir tahun lalu.
Tri mengatakan hal itu termaktub dalam Undang-Undang (UU) Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara.
Pasal 158 beleid tersebut mengatur bahwa setiap orang yang melakukan penambangan tanpa izin dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp100 miliar rupiah.
Selanjutnya, Pasal 160 mengatur bahwa setiap orang yang mempunyai izin usaha pertambangan (IUP) atau izin usaha pertambangan khusus (IUPK) pada tahap kegiatan eksplorasi tetapi melakukan kegiatan operasi produksi dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan denda paiing banyak Rp100 miliar.
Terakhir, Pasal 161 mengatur setiap orang yang menampung, memanfaatkan, melakukan pengolahan dan atau pemurnian, pengembangan dan/atau pemanfaatan, pengangkutan, penjualan mineral dan/atau batu bara yang tidak berasal dari pemegang IUP, IUPK, IPR, SIPB dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp 100 miliar.
(azr/wdh)






























