“Biodiesel itu, [selisih harga] dengan solar dan CPO-nya tinggi. Harga solar juga naik turun. Itu kan disparitasnya sampai Rp5.400/liter, bahkan bulan lalu itu sempat Rp6.400-an. Nah, di situ kan perlu ada tambahan anggaran,” kata Eniya ditemui di kantor Kemenko Perekonomian usai rapat bersama BPDPKS, Rabu (23/7/2025).
Usulan tambahan anggaran tersebut, menurut Eniya, telah disetujui di dalam rapat bersama tersebut dan tinggal menentukan besaran alokasinya saja. “Tinggal alokasi saja, jadi keputusan alokasi saja.”
Lebih lanjut, Eniya mengelaborasi kebutuhan biaya produksi biodiesel saat ini makin meningkat seiring dengan tahapan pengembangan yang telah mencapai B40 dan akan segera ditingkatkan menjadi B50.
Selain karena disparitas antara harga solar dan CPO yang makin lebar, dia mengatakan kenaikan pungutan ekspor (PE) CPO menjadi sebesar 10% juga berdampak pada turunnya setoran dana PE kepada BPDPKS yang digunakan untuk membiayai program B40.
Kenaikan PE CPO Disoal
Menurut riset BMI, lengan riset Fitch Solutions bagian dari Fitch Group, kenaikan PE CPO dari 7,5% menjadi 10% dan produk olahan CPO dari 4,75% menjadi 9,5% pada tahun ini mencerminkan belum terpenuhinya kebutuhan anggaran ‘subsidi’ biodiesel Indonesia.
BMI mengutip pernyataan BPDPKS bahwa mandatori B40 pada tahun ini akan memerlukan anggaran Rp47 triliun.
Sementara itu, pendapatan PE CPO tahun ini diprediksi hanya sekitar Rp20—Rp21 triliun atau menyisakan ruang defisit yang cukup besar.
Dengan demikian, kenaikan PE CPO dipandang hanya dapat mendukung perluasan program biofuel untuk jangka pendek. Dalam jangka panjang, BMI memprediksi tingginya PE CPO akan menggerus daya saing minyak sawit Indonesia.
“Kami memperkirakan pendekatan ini tidak akan berkelanjutan dalam jangka panjang, karena dapat merusak daya saing minyak sawit Indonesia dan merugikan petani kecil,” tulis BMI dalam riset terbarunya.
Adapun, program biodiesel turut didanai pemerintah melalui BPDPKS untuk menutup selisih atau disparitas harga antara produk CPO dan solar atau diesel yang menjadi bahan baku biodiesel. Dana ‘subsidi’ itu, berasal dari setoran PE CPO.
Lebih lanjut, BMI memandang kebijakan pengalihan ekspor CPO untuk pemenuhan bahan baku biodiesel domestik akan makin menggerus pendapatan negara dari pungutan PE CPO.
Sekadar catatan, ‘subsidi’ biodiesel untuk program B40 pada tahun ini diproyeksikan sekitar Rp35,5 triliun, naik dari realisasi sepanjang 2023 senilai Rp26,23 triliun untuk menyokong program B35.
Alokasi ‘subsidi’ biodiesel pada 2025 hanya dibatasi untuk segmen public service obligation (PSO) sebanyak 7,55 juta kiloliter (kl) dari total target produksi B40 tahun ini sebanyak 15,6 juta kl.
(azr/naw)






























