Salah satu aspek yang kini diperketat adalah waktu pengolahan makanan. BGN telah mengatur bahwa makanan yang dikirim oleh SPPG tidak boleh dimasak lebih dari empat jam sebelum dikonsumsi.
“Ada beberapa SPPG sekarang yang kalau kirim makanan jam 7 pagi, maka jam 4 subuh baru mulai masak. Ini untuk memastikan makanan tetap aman saat sampai di tangan siswa,” ungkap Dadan.
Di sisi tata kelola, Dadan menyebut bahwa sistem keuangan MBG telah didesain transparan dan akuntabel. Dana disalurkan langsung dari Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) ke virtual account tanpa melewati rekening BGN, serta wajib disahkan bersama oleh mitra dan BGN. Harga bahan baku pun harus merujuk pada harga pasar.
“Kalau ditanya mana yang lebih saya khawatirkan—penyalahgunaan anggaran atau keracunan? Saya lebih takut yang kedua,” tegasnya. “Penyalahgunaan anggaran kecil sekali kemungkinannya, karena sistemnya sudah ketat.”
Ia juga menampik kemungkinan adanya korelasi antara praktik korupsi dengan insiden keracunan. Menurutnya, pengawasan keuangan sudah sedemikian ketat hingga celah manipulasi sangat minim. Bahkan, ketika terjadi upaya markup oleh mitra, BGN langsung mengetahuinya dan meminta pengembalian uang setelah diaudit oleh BPKP.
Terkait rekomendasi dari BPOM mengenai pencegahan keracunan di Kupang, BGN menyebut evaluasi internal sudah terlebih dahulu dilakukan. “Tanpa menunggu rekomendasi pun kami sudah meningkatkan higienitas, pemilihan bahan baku, dan pelatihan ulang,” ujar Dadan.
Program MBG sendiri merupakan salah satu program prioritas pemerintah untuk meningkatkan gizi pelajar secara nasional. Meski telah berjalan di banyak daerah, BGN menekankan bahwa evaluasi dan perbaikan akan terus dilakukan menyusul banyaknya kejadian keracunan terhadap siswa akibat program tersebut.
(fik/spt)
































