Logo Bloomberg Technoz

"Langkah ini juga diyakini dapat membangun kepercayaan masyarakat terhadap sektor jasa keuangan khususnya industri perasuransian dan mendukung ketahanan, serta daya saing sektor reasuransi nasional dalam rangka menjaga stabilitas sistem keuangan bertaraf berkelanjutan," tuturnya. 

Lebih lanjut, Ogi mengungkapkan OJK telah menerbitkan sejumlah regulasi yang mendorong konsolidasi, termasuk:

Pertama, POJK Nomor 11 Tahun 2023, yang mengatur pemisahan unit usaha syariah (spin-off) perusahaan asuransi dan reasuransi paling lambat 31 Desember 2026;

Kedua, POJK Nomor 23 Tahun 2023 , yang menetapkan tahapan peningkatan modal minimum perusahaan asuransi dan reasuransi, yaitu tahap I pada 2026 dan tahap II pada 2028

Ketiga, POJK Nomor 36 Tahun 2024, perubahan atas POJK 69/POJK.05/2016, yang mengatur pemurnian unit usaha penjaminan di perusahaan asuransi dan mewajibkan pembentukan unit usaha penjaminan mulai 2025.

Adapun sebelumnya, Direktur Utama PT Reasuransi Indonesia Utama (Persero) atau Indonesia Re, Benny Waworuntu mengungkapkan konsolidasi perusahaan reasuransi di lingkungan BUMN masih dalam tahap diskusi internal dan belum mencapai keputusan final. 

Hal ini sekaligus menjawab persoalan rencana integrasi perusahaan reasuransi pelat merah yang ditargetkan rampung pada 2028. 

"Jadi kalau masalah itu nanti, ini [kita] sedang dalam diskusi, ini saya sampaikan kemarin inisiatif ada salah satu cara dalam konsolidasi perusahaan reasuransi itu kan sedang [proses] jadi detailnya belum tahu, nanti kalau ada saya share," jelas Benny ketika ditemui di sela-sela acara Indonesia Re International Conference 2025, Selasa (22/7/2025). 

Direktur Teknik dan Operasi Indonesia Re Delil Khairat menambahkan, konsolidasi penting dilakukan karena saat ini banyak perusahaan asuransi beroperasi dengan kapasitas modal kecil. Hal ini berdampak pada rendahnya kemampuan menahan risiko secara mandiri.

"Dengan konsolidasi ini kita berharap kita punya tidak terlalu banyak players, tapi semua kuat-kuat, modalnya juga kuat kapastitas profesional juga kuat, sehingga mereka bisa menahan risiko lebih banyak di dalam negeri, tapi tidak hanya sekadar menahan memperbanyak retensi di dalam negeri, tapi mereka juga dengan keahlian yang mereka punya yang juga kuat itu mereka juga mampu menseleksi risiko," Jelasnya. 

Namun demikian, menurut dia, tetap diperlukan strategi penyebaran risiko keluar negeri, terutama untuk risiko-risiko yang terlalu besar atau bersifat volatil.  

"Sehingga risiko yang kita bangun di dalam negeri itu adalah risiko yang kualitasnya bagus, kemudian kita juga mampu mengidentifikasi risiko mana yang memang sebaiknya tidak kita retain di dalam negeri, tapi kita lepaskan jadi tetap kita akan perlu men-spread risiko ke luar, karena itu prinsip dasar asuransi tapi risiko yang baik kualitasnya kita tambahkan seperti itu," pungkasnya. 

(lav)

No more pages