Pengumuman tarif ini muncul hanya sehari setelah junta Myanmar mencabut status darurat militer, membuka jalan bagi pemilu yang direncanakan akhir tahun ini. Namun, AS dan sejumlah negara lain telah mengkritik proses pemilu tersebut sebagai tidak bebas dan tidak adil.
Menariknya, pemimpin junta Myanmar sempat mengirim surat langka bulan lalu yang memuji Trump. Dalam surat tersebut, ia membandingkan kudeta militernya dengan klaim tak berdasar Trump soal kecurangan pemilu, menyiratkan bahwa keduanya adalah korban pemilu yang "dicurangi." Min Aung Hlaing juga meminta pengurangan tarif dan menawarkan untuk mengirim delegasi perdagangan tingkat tinggi ke Washington.
Wakil Menteri Perdagangan Myanmar Min Min saat dihubungi lewat sambungan telepon, mengaku belum mengetahui perkembangan ini dan enggan memberikan komentar.
Sementara itu, total ekspor AS ke Laos tahun lalu mencapai US$40,4 juta, sedangkan impor dari Laos mencapai US$803,3 juta. AS sebelumnya menyuarakan kekhawatiran atas ketergantungan ekonomi Laos terhadap China dan meningkatnya utang akibat proyek infrastruktur yang didanai Beijing.
Di sisi lain, Trump juga baru-baru ini menandatangani perintah eksekutif untuk melonggarkan sanksi terhadap Suriah guna mendukung proses rekonstruksi negara yang dilanda perang dan mendukung pemerintahan barunya.
Sejumlah pengamat menilai tarif tinggi ini mungkin punya penjelasan sederhana.
“Daripada menyasar tiga negara ini secara spesifik, saya kira keterbatasan kapasitas di Washington membuat para pejabat lebih fokus pada negara-negara besar,” kata Simon Evenett, pendiri St. Gallen Endowment for Prosperity Through Trade, lembaga yang berbasis di Swiss dan memantau kebijakan perdagangan global.
(bbn)































