Logo Bloomberg Technoz

Gelombang protes dan perubahan arah pemerintah menuju kebijakan populis mencerminkan ketegangan yang lebih dalam dalam kepemimpinan Anwar: upayanya menyeimbangkan antara pengetatan fiskal dan mempertahankan dukungan politik. Sejak menjabat, Anwar berulang kali menekankan bahwa Malaysia perlu memangkas tagihan subsidi senilai US$12 miliar dan menurunkan defisit fiskal. Namun langkah terbarunya justru bertolak belakang dengan itu.

“Ada risiko nyata bahwa pemerintah akan mengumumkan kebijakan yang bersifat reaktif,” kata Asrul Hadi Abdullah Sani, mitra di firma konsultan urusan publik ADA Southeast Asia. “Langkah seperti itu bisa merusak kredibilitas fiskal pemerintah dan menggagalkan cetak biru ekonominya.”

Anwar saat ini memegang kekuasaan dengan kuat, dengan mayoritas parlemen yang solid dan masa jabatan hingga akhir 2027. Namun, para analis mengatakan bahwa meningkatnya frustrasi publik menjadi tantangan politik terberat yang ia hadapi sejak dilantik.

“Meski posisi Anwar secara teknis aman, gelombang ketidakpuasan publik yang terus berlanjut bisa membahayakan peluangnya untuk masa jabatan kedua,” ujar Asrul Hadi.

Kantor Perdana Menteri belum memberikan tanggapan atas permintaan komentar hingga Jumat (25/7).

Anwar sendiri, secara terbuka, tampak mengabaikan protes tersebut. Ia mengatakan kepada staf Kementerian Keuangan bahwa aksi itu “tidak berdampak,” bahkan menantang oposisi untuk mengajukan mosi tidak percaya—sesuatu yang hingga kini belum mereka lakukan.

Pemerintahannya telah mencatat sejumlah capaian, termasuk investasi yang disetujui sebesar 378,5 miliar ringgit tahun lalu dan pembentukan kawasan ekonomi khusus bersama Singapura guna mendorong pertumbuhan jangka panjang.

Defisit Membengkak

Paket stimulus terbaru ini diperkirakan akan mendorong defisit fiskal Malaysia naik menjadi 4,1% tahun ini, melampaui target pemerintah sebesar 3,8%, menurut riset Kenanga. Ini juga bisa menggagalkan target jangka panjang untuk memangkas defisit ke angka 3,5% pada 2027.

Pemerintah Anwar telah mencoba memperketat pengeluaran dengan memangkas subsidi solar dan memperluas cakupan pajak penjualan dan jasa. Namun, subsidi bensin tetap menjadi isu sensitif secara politik. Meski sebelumnya direncanakan untuk dibatasi hanya bagi kelompok berpenghasilan rendah, harga RON95—jenis bensin paling populer—baru-baru ini diturunkan dari 2,05 menjadi 1,99 ringgit untuk semua warga.

“Penghematan bersih dari rasionalisasi ini diperkirakan akan terbatas,” ujar Kenanga. Pemerintah sebelumnya memperkirakan pengurangan subsidi bensin dapat menghemat 8 miliar ringgit per tahun.

Ekonom dari CIMB Securities menyebutkan bahwa peningkatan pendapatan pajak dan penghematan dari pemotongan subsidi solar yang diumumkan sebelumnya bisa cukup untuk menutupi belanja tambahan terbaru ini. Namun, ada pula yang memperingatkan bahwa risiko terbesar adalah jika pemerintah menyerah pada tekanan politik dan sepenuhnya mengabaikan target defisit.

“Risiko terhadap target fiskal muncul jika pemerintah mengubah target karena tekanan politik akibat reaksi publik,” kata Azizul Amiludin, peneliti senior di Malaysian Institute of Economic Research.

Pengeluaran berlebihan bisa mengguncang kepercayaan investor dan menaikkan biaya utang, mengancam peringkat kredit tertinggi Malaysia di antara negara berkembang Asia Tenggara—dan dengan itu, ambisinya menjadi negara maju berpendapatan tinggi. Bagi Anwar, ini bukan hanya soal kredibilitas, tapi juga membuka celah serangan dari oposisi dan menambah tekanan dalam koalisi rapuh yang terdiri dari hampir 20 partai.

Tekanan tersebut kian menguat. Malaysia tengah menghadapi ekonomi pasca-pandemi yang menantang, sekaligus berupaya menurunkan tarif ekspor ke AS. Bantuan tunai terbaru ini mungkin memberi dorongan sementara terhadap konsumsi domestik, namun dengan Anwar kini sudah berada di pertengahan masa jabatannya, ruang untuk mengambil keputusan sulit—seperti soal subsidi bahan bakar—semakin menyempit.

“Dari pidato kenegaraannya, jelas bahwa pemerintah sudah masuk mode kampanye,” ujar Adib Zalkapli, pendiri konsultan geopolitik Viewfinder Global Affairs.

Aksi protes yang dijadwalkan berlangsung Sabtu di Kuala Lumpur menjadi unjuk rasa massal pertama yang secara langsung menantang Anwar. Aksi ini diorganisir oleh Partai Islam Se-Malaysia (PAS), yang menuduh Anwar gagal memenuhi janji kampanye, salah urus ekonomi, serta menunjukkan kecenderungan otoriter—termasuk upaya kontroversialnya mencari kekebalan hukum dari tuduhan pelecehan seksual.

Aksi dua jam ini diperkirakan akan dipimpin oleh tokoh-tokoh politik oposisi, termasuk mantan Perdana Menteri Mahathir Mohamad dan Muhyiddin Yassin. Sejumlah LSM ternama pada Jumat menyatakan tidak ikut serta dalam aksi tersebut, meski tetap mendukung reformasi institusional dan menolak pergantian pemerintahan di tengah masa jabatan.

Pihak berwenang mengatakan tidak akan melarang aksi tersebut. Jalanan akan tetap dibuka, meskipun beberapa ruas di pusat kota kemungkinan akan dialihkan. Namun, Kejaksaan Agung pada Rabu mengingatkan para pegawai negeri agar tidak ikut serta—mencerminkan taktik pemerintahan masa lalu yang dulu dilawan Anwar.

Kelompok pembela hak sipil segera mengecam peringatan tersebut. “Jaksa Agung seharusnya menghormati dan menjunjung konstitusi. Bukan tugasnya mengeluarkan pernyataan pers untuk membela kepentingan koalisi politik penguasa, yang kini justru menjadi target protes,” kata Lawyers for Liberty, organisasi yang didirikan oleh para aktivis yang dulunya turun ke jalan bersama Anwar.

Anwar, di sisi lain, membela pemberian bantuan tunai tersebut, dengan menyebutnya bagian dari upaya lebih luas untuk meringankan beban ekonomi masyarakat. Sekretaris politiknya membantah bantuan itu merupakan ‘amunisi’ menjelang pemilu, dan mengacu pada kenaikan popularitas Anwar yang dilaporkan oleh lembaga survei independen.

Pihak oposisi menyebut bantuan tunai ini sebagai tanda bahwa pemerintah sedang tertekan. Wan Ahmad Fayhsal Wan Ahmad Kamal, anggota parlemen oposisi, menyebut paket tersebut sebagai langkah “reaktif” yang menunjukkan bahwa pemerintah sadar akan meningkatnya ketidakpuasan publik.

Ia menekankan bahwa Anwar, yang selama lebih dari dua dekade menjadi tokoh oposisi Malaysia dan memimpin banyak aksi protes jalanan demi reformasi, pasti memahami bagaimana demonstrasi bisa mengubah sentimen publik dan menantang kekuasaan.

“Kami telah memberi kesempatan hampir tiga tahun kepada pemerintah untuk mewujudkan janji-janjinya, tapi ia gagal,” ujar Wan Fayhsal. “Itulah sebabnya kami ingin menuntut pertanggungjawaban.”

(bbn)

No more pages