Manajemen AMMN mengakui, tekanan kian bertambah dengan munculnya kebijakan royalti baru yang disebut manajemen sebagai tantangan non-operasional. Padahal, sektor pertambangan dituntut semakin efisien dan tangguh menghadapi berbagai regulasi baru.
Secara operasional, AMMN mencatatkan rugi kotor sebesar US$57,39 juta, berbalik dari laba kotor US$281,02 juta tahun sebelumnya. Meski beban pokok penjualan turun dari US$320,53 juta menjadi US$59,51 juta.
Dari sisi neraca, total liabilitas meningkat 14,5% menjadi US$6,72 miliar per 31 Maret 2025. Sementara ekuitas menyusut menjadi US$5,06 miliar dari US$5,24 miliar pada akhir Desember 2024. Lebih jauh, utang bersih perusahaan kini mencapai US$4,25 miliar setelah dikurangi kas dan setara kas senilai US$868 juta.
Di balik kinerja yang lesu, AMMN tengah melakukan ekspansi besar-besaran dengan pembangunan smelter. Ekspansi ini bahkan memaksa emiten untuk absen membagikan dividen dan menahan imbal hasil bagi pemegang saham.
Presiden Direktur AMMN Agoes Projosasmito menyoroti tantangan dari proyek pembangunan smelter tembaga yang dijalankan perseroan. Dia menjelaskan bahwa proyek ini merupakan bagian dari kebijakan hilirisasi nasional yang dicanangkan pada era pemerintahan Presiden Joko Widodo.
Namun, menurut perhitungan internal AMMN, kontribusi nilai tambah dari fasilitas pemurnian hanya sekitar 6% dari total nilai produk akhir, sedangkan penjualan konsentrat tembaga sendiri sudah menyumbang sekitar 94% dari nilai tersebut.
Agoes menekankan bahwa investasi yang dikeluarkan untuk proyek ini sangat besar, mulai dari pembangunan smelter, penambahan pasokan listrik sebesar 450 MW, hingga ekspansi produksi konsentrat untuk menopang pengembangan tambang Elang yang masih dalam konsesi grup. Ia juga mengaku telah memaparkan persoalan ini kepada sejumlah pejabat, termasuk Presiden RI dan Menteri di Jepang.
“Dengan investasi miliaran dolar hanya menambah 6%, kapan break even pointnya [BEP], saya kapan bisa mengembalikan investasi saya?” ujarnya kepada Bloomberg Technoz, baru-baru ini.
Sebagai gambaran, per kuartal I/2025, AMMN telah menggelontorkan menggelontorkan belanja modal (capex) sebesar US$360 juta, meskipun turun 14% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Dari total belanja tersebut, porsi yang dialokasikan untuk proyek smelter dan fasilitas pemurnian logam mulia (Precious Metals Refinery/PMR) sekitar US$68 juta. Porsi terbesar adalah ekspansi pabrik konsentrator sekitar US$151 juta.
Capex smelter tersebut jauh melebihi panduan 2025, porsi untuk smelter dan PMR justru lebih kecil hanya sebesar US$22 juta dari total alokasi tahunan. Jumlah ini jauh tertinggal dibandingkan alokasi untuk ekspansi pabrik konsentrator US$573 juta dan pembangunan pembangkit serta jaringan energi US$226 juta.
(dhf)































