Adapun kinerja penjualan eceran pada Juni diperkirakan sedikit membaik dengan pertumbuhan positif 0,5% mtm dan 2% yoy.
Pada Juli, kinerja penjualan ritel kemungkinan makin membaik seiring kedatangan musim libur sekolah, awal tahun ajaran baru juga mid season sale yang biasanya ramai pada bulan ketujuh saban tahun.
Indeks Ekspektasi Penjualan pada bulan Juli tercatat lebih tinggi dibanding bulan sebelumnya, dan berlanjut naik pada Agustus seiring kedatangan perayaan Hari Kemerdekaan yang memicu dilangsungkannya berbagai event di tengah masyarakat.
Namun, pada September, penjualan eceran di Indonesia diprediksi kembali lesu sampai Oktober karena minimnya faktor musiman pengungkit belanja masyarakat. Pada November, ada harapan kenaikan lagi dengan indeks tercatat lebih tinggi dibanding bulan sebelumnya.
Sektor Terkontraksi
Masih lesunya kinerja penjualan eceran pada Mei terjadi di banyak kota utama dan hampir semua sektor.
Indeks Penjualan Riil per kota pada Mei tercatat negatif 2 poin. Kota Medan, Bandung, Surabaya hingga Jakarta, mencatat kontraksi indeks terdalam pada Mei.
Sedangkan pada bulan Juni, perkiraan angka awal, kontraksi masih terjadi di kota Surabaya dan Medan. Bahkan di Manado, kontraksi pada Juni diperkirakan mencapai double digit hingga 31,5 poin.
Melihat sektor eceran, pada Mei, penurunan bulanan terdalam terjadi di sektor peralatan informasi dan komunikasi (-8,9%), lalu sektor pakaian (-6%), sektor barang lainnya (-4,3%) dan sektor barang budaya dan rekreasi (-3,7%) juga sektor makanan, minuman dan tembakau (-1%).
Secara tahunan, penurunan terdalam juga dicatat oleh sektor peralatan informasi dan komunikasi, terkontraksi hingga 27,4%, penurunan terburuk sejak Januari 2024 silam.
Sektor perlengkapan rumah tangga lainnya juga terkontraksi sebesar 5,8% pada Mei, beserta sektor sandang atau pakaian yang turun 0,3% yoy.
Kelesuan penjualan eceran di sektor peralatan informasi dan komunikasi berlanjut pada Juni dengan pertumbuhan diperkirakan mencatat kontraksi 19,5% yoy. Namun, secara bulanan diramal membaik dengan pertumbuhan positif 1,4% mtm.
Sektor perlengkapan rumah tangga lainnya juga diperkirakan masih kontraksi dengan penurunan pertumbuhan 1,9% yoy pada Juni, memperpanjang periode kontraksi yang terjadi sejak April tahun lalu.
Sementara sektor makanan dan minuman, juga diprediksi melambat lajunya pada Juni kendati musim libur sekolah sudah dimulai sejak pertengahan bulan. Laju penjualan eceran sektor ini pada Juni diperkirakan hanya tumbuh 3,1% yoy, terendah sejak April lalu.
Kelesuan penjualan ritel di Tanah Air setelah musim lebaran berlalu, diperkirakan membaca capaian kinerja kuartal II melambat dengan pertumbuhan cuma 1,2%, terendah sejak kuartal II-2024 lalu.
Laporan terbaru survei penjualan eceran ini sejalan dengan indikasi kelesuan daya beli dan pemburukan kondisi penghasilan, seperti terungkap dalam survei konsumen pada Mei dan Juni.
Tingkat Keyakinan Konsumen pada bulan Mei jatuh ke level terendah sejak September 2022. Pada Mei lalu, indeks Durable Goods juga anjlok paling dalam sampai 9,8 poin.
Sementara pada Juni, meski ada sedikit perbaikan akan tetapi keyakinan konsumen masih rentan karena kondisi penghasilan yang masih dibayangi pemburukan akibat sulitnya pekerjaan.
Situasi muram yang sudah berlangsung berbulan lamanya membutuhkan intervensi dari pemegang kebijakan. Pasalnya, pengucuran insentif fiskal senilai Rp24,4 triliun pada tengah tahun ini, disangsikan bisa mendorong pemulihan konsumsi rumahtangga yang makin kehabisan daya.
Survei hari ini mengungkap, ekspektasi inflasi ke depan masih rendah. Indeks Ekspektasi Harga tiga bulan ke depan atau pada Agustus, masih rendah dengan penurunan indeks menjadi 139,6. Penurunan ekspektasi harga pada Agustus melanjutkan tren serupa sejak Mei, Juni dan Juli.
Ekspektasi inflasi yang rendah memberi ruang lebih besar bagi Bank Indonesia untuk melanjutkan pelonggaran moneter bulan ini.
Dalam pernyataan terakhir dalam rapat kerja pembahasan Asumsi Dasar Ekonomi dalam RAPBN 2026, pada pekan lalu, Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan bank sentral berpeluang kembali menurunkan suku bunga acuan, BI-rate, pada tahun ini.
Hal tersebut ditujukan untuk menjaga stabilitas serta mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia.
"Kami telah menurunkan suku bunga BI-rate Januari dan Mei ke 5,5% dan kami juga masih ada ruang untuk menurunkan suku bunga BI rate ke depan dengan inflasi yang rendah," kata Perry.
Perry menekankan, Bank Indonesia akan bersinergi dengan pemerintah untuk bersama-sama menjaga stabilitas dan mendukung pertumbuhan ekonomi. "BI akan mengambil kebijakan-kebijakan moneter yang tidak hanya menjaga stabilitas tapi juga mendorong pertumbuhan ekonomi," kata Perry.
(rui/aji)
































