Logo Bloomberg Technoz

Koalisi Paetongtarn kini rapuh setelah Partai Bhumjaithai — sekutu terbesarnya dengan 69 kursi di Dewan Perwakilan yang beranggotakan 495 orang — memutuskan keluar. Sembilan partai lainnya dalam koalisi menyatakan tetap mendukung Partai Pheu Thai yang dipimpin Paetongtarn — setidaknya untuk sementara.

Jika ada lagi partai yang memutuskan hengkang setelah putusan pengadilan, koalisi yang kini menguasai sekitar 255 kursi bisa segera runtuh. Lima dari partai tersisa masing-masing memiliki setidaknya sembilan anggota parlemen, cukup untuk mengubah peta kekuatan dan menjadikan pemerintah sebagai minoritas.

Koalisi politik Thailand. (Sumber: Bloomberg)

“Tekanan politik akan meningkat pada mitra koalisi untuk menjaga jarak dari kapal yang tampaknya mulai karam,” kata Napon Jatusripitak, koordinator sementara Program Studi Thailand di ISEAS-Yusof Ishak Institute. “Tekanan ini hanya akan makin kuat seiring meluasnya aksi unjuk rasa dalam beberapa pekan mendatang.”

Runtuhnya koalisi akan membuat pemerintah kehilangan mandat. Kalaupun tetap bertahan, kemungkinan besar pemerintah akan menghadapi kebuntuan di parlemen dan kesulitan meloloskan undang-undang baru.

Parlemen Terancam Bubar

Kebuntuan politik menjadi sorotan serius karena Majelis Nasional akan segera membahas rancangan undang-undang ekonomi penting, termasuk anggaran belanja untuk tahun fiskal yang dimulai Oktober. Jika pemerintah gagal mengesahkan anggaran, lazimnya perdana menteri membubarkan parlemen untuk memicu pemilu baru.

Pemilu harus digelar dalam 45 hingga 60 hari setelah pembubaran parlemen mendapat persetujuan kerajaan. Namun, pembentukan pemerintahan baru bisa memakan waktu berbulan-bulan karena negosiasi koalisi sebelum pemilihan perdana menteri.

Selama ditangguhkan, Paetongtarn tidak memiliki wewenang untuk membubarkan parlemen. Wewenang itu kini ada di tangan pemimpin sementara Suriya Jungrungreangkit, yang diperkirakan akan menyerahkan posisi itu kepada Phumtham Wechayachai usai pelantikan.

Oposisi dari Partai Rakyat telah mendesak skenario ini, menyebutnya sebagai satu-satunya cara untuk menghentikan krisis agar tidak semakin memburuk dan memicu intervensi militer.

Gelombang Protes Membesar

Lebih dari 20.000 orang turun ke jalan di Bangkok pada akhir Juni untuk menuntut Paetongtarn mundur — menjadi aksi unjuk rasa terbesar dalam beberapa tahun terakhir. Aksi selama 12 jam ini berlangsung tertib. Banyak di antara penyelenggara adalah kritikus lama keluarga Shinawatra.

Beberapa pemimpin unjuk rasa juga terlibat dalam aksi-aksi yang menjadi cikal bakal kudeta militer pada 2006 yang menggulingkan Thaksin Shinawatra, ayah Paetongtarn, dan pada 2014 yang mengakhiri pemerintahan Yingluck Shinawatra.

Para demonstran bulan lalu menyuarakan nada yang sama dengan gerakan anti-Shinawatra sebelumnya, dengan membawa papan bertuliskan “pengkhianat,” memakai warna kuning, dan mengibarkan bendera nasional Thailand.

Meski secara resmi menolak menyerukan kudeta, sebagian tokoh demonstrasi menyiratkan bahwa mereka akan menerima jika hal itu terjadi secara alami.

Memanasnya Ketegangan dengan Kamboja

Paetongtarn menyebut percakapan kontroversialnya dengan Hun Sen bertujuan meredakan ketegangan dengan Kamboja, setelah kedua negara saling memberlakukan pembatasan perdagangan dan perjalanan, menyusul insiden tembak-menembak pada 28 Mei di wilayah sengketa Chong Bok yang menewaskan seorang tentara Kamboja.

Situasi makin memburuk setelah Kamboja mengajukan sengketa empat wilayah perbatasan, termasuk Chong Bok, ke Mahkamah Internasional (ICJ). Kamboja mendorong keterlibatan pihak ketiga, sementara Thailand lebih memilih perundingan bilateral dan tidak mengakui yurisdiksi wajib ICJ.

Titik konflik Thailand vs Kamboja. (Sumber: Bloomberg)

Perseteruan ini juga meluas ke dunia maya. Hun Sen mengunggah rekaman telepon yang membuat Paetongtarn dikecam di Facebook, sementara putranya, Perdana Menteri Hun Manet, kerap mengkritik kebijakan perbatasan Thailand di media sosial.

Pekan lalu, Hun Sen mengancam akan “membongkar” Thaksin, sosok yang selama ini dikenal dekat dengannya, sekaligus menyerukan pergantian kepemimpinan di Thailand karena meragukan kemampuan Paetongtarn menyelesaikan konflik yang memanas ini.

Hun Sen kini dipandang sebagai faktor tak terduga yang memperuncing ketegangan antara dua dinasti politik terkuat di kawasan — klan Hun dan klan Shinawatra — dan memicu spekulasi tentang langkah selanjutnya yang akan diambilnya.

(bbn)

No more pages