Oleh karena itu, Chatterji menilai perkembangan kecerdasan buatan saat ini berada dalam "masa jeda"—yakni periode antara penemuan dan pemanfaatan nyata secara luas.
"Ambil contoh microchip: ditemukan pada 1958, tapi baru benar-benar dimanfaatkan di elektronik konsumen dan komputer pada awal 1970-an. Dengan AI, kita sedang berada di "masa jeda"—masa antara penemuan dan pemanfaatan nyata. ChatGPT hanyalah salah satu produk awal. Akan ada banyak aplikasi lainnya," Ia menekankan.
Dirinya lantas mengaskan tiga faktor yang akan menentukan keberhasilan adopsi AI di masa depan:
- Geografi. Negara yang cepat mengadopsi teknologi akan mendapat keuntungan lebih besar. Studi menunjukkan perusahaan AS yang lebih cepat mengadopsi TI jauh lebih produktif daripada di Inggris.
- Organisasi. Keberhasilan implementasi AI sangat bergantung pada dukungan penuh dari pimpinan, seperti CEO, CTO, dan CIO.
- Nilai-nilai Regulasi. AI harus dikembangkan secara etis, aman, dan berpihak pada kesejahteraan masyarakat. Sektor pendidikan dan kesehatan, misalnya, harus mencerminkan nilai-nilai tersebut dalam penggunaan AI.
"Ketika ditanya tentang dampak AI terhadap pekerjaan, saya biasanya menekankan bahwa inovasi tidak selalu menggantikan pekerjaan—sering kali justru melengkapinya," tegasnya.
Di sisi lain, Dario Amodei, CEO saingan OpenAI, Anthropic, baru-baru ini memperingatkan bahwa AI dapat memangkas setengah dari semua pekerjaan kerah putih tingkat pemula dan menyebabkan pengangguran melonjak hingga 20% dalam lima tahun ke depan.
Amodei dari Anthropic turut menyebut sebagian besar anggota parlemen maupun masyarakat umum belum menyadari risiko ini. "Kedengarannya memang ekstrem, jadi banyak yang tidak percaya, tapi dampaknya akan terasa jelas dalam beberapa tahun ke depan," terang dia.
CEO Amazon Andy Jassy belum lama menyatakan, seiring berkembangnya AI generatif dan agen perangkat lunak, kebutuhan akan jumlah karyawan akan berkurang karena banyak tugas dapat diotomatisasi.

AI generatif (GenAI) dan agen software yang didukung AI "harus mengubah cara kerja kita," kata Jassy dalam sebuah email kepada karyawan pekan lalu. Ia menjabarkan filosofinya tentang bagaimana teknologi yang muncul akan mengubah ekosistem pekerjaan.
"Kita akan membutuhkan lebih sedikit orang untuk melakukan beberapa pekerjaan yang dilakukan saat ini, dan lebih banyak orang yang melakukan jenis pekerjaan lain," tulis Jassy.
"Sulit untuk mengetahui secara pasti di mana hal ini akan terjadi dari waktu ke waktu, namun dalam beberapa tahun ke depan, kami berharap hal ini akan mengurangi jumlah tenaga kerja perusahaan karena kami mendapatkan keuntungan efisiensi dari penggunaan AI secara luas di seluruh perusahaan."
(prc/wep)