Situasi makin panas setelah pernyataan Presiden AS Donald Trump yang menyalahkan Ukraina atas ketergantungan bantuan Amerika, memperkeruh diplomasi global dan memperbesar kekhawatiran akan konfrontasi langsung antara kekuatan besar.
2. Konflik Palestina-Israel: Timur Tengah Kembali Bergolak
Sejak serangan mendadak Hamas pada 7 Oktober 2023, Israel melancarkan operasi militer skala besar ke Gaza. Meskipun negara-negara Arab menyerukan solusi damai di Riyadh, Israel tetap melanjutkan pengepungan dan serangan udara.
Konflik ini telah menarik keterlibatan Iran, yang mendukung Hamas secara aktif, memperkuat kekhawatiran bahwa perang ini bisa meluas ke seluruh kawasan Timur Tengah.
3. Ketegangan India-Pakistan: Ancaman Senjata Nuklir di Asia Selatan
Konflik bersenjata kembali meletus di Kashmir setelah serangan mematikan pada April 2025. India menuduh Pakistan sebagai dalang, memicu operasi militer timbal balik dari kedua belah pihak.
India meluncurkan Operasi Sindoor, sedangkan Pakistan membalas dengan Operasi Bunyan ul Marsous. Selain korban jiwa dan kehancuran drone, kekhawatiran terbesar adalah potensi penggunaan senjata nuklir di antara dua negara yang sudah lama berseteru.
4. Perang Saudara di Sudan: Krisis Kemanusiaan Tanpa Akhir
Sudan kembali jatuh dalam perang saudara sejak April 2023 setelah kegagalan perundingan antara militer dan RSF (Rapid Support Forces). Pertempuran di Khartoum dan Darfur memicu eksodus jutaan warga sipil.
Upaya perdamaian internasional belum membuahkan hasil, dan negara ini tetap terjerumus dalam kekerasan serta kekacauan politik berkepanjangan.
5. Krisis di Republik Demokratik Kongo: Perebutan Sumber Daya
Kekerasan meningkat di Kongo setelah kelompok M23 merebut Goma pada Januari 2025. Konflik ini tak lepas dari kepentingan ekonomi terhadap coltan dan kobalt, mineral langka yang vital bagi industri teknologi.
PBB mengonfirmasi keterlibatan Rwanda dalam mendukung M23, dan situasi diperparah oleh laporan kejahatan perang dan kekerasan seksual massal. Pemerintahan bayangan yang dibentuk M23 mengancam integritas wilayah Kongo dan menciptakan skenario aneksasi terbuka.
6. Myanmar: Perang Saudara Berkepanjangan Usai Kudeta
Sejak kudeta militer tahun 2021, Myanmar terus dilanda perang saudara. Kelompok-kelompok etnis dan pro-demokrasi melakukan perlawanan aktif terhadap junta militer.
Di tahun 2025, kekerasan makin meluas dan pemerintah militer kehilangan kendali atas banyak wilayah. Myanmar kini menjadi salah satu titik api Asia Tenggara dengan risiko ketidakstabilan regional yang tinggi.
7. Konflik Ethiopia: Kembali Memanas di Tigray
Konflik etnis di Ethiopia, terutama di wilayah Tigray, kembali memburuk setelah gencatan senjata gagal dipertahankan. Pertikaian berdarah ini menyebabkan krisis kelaparan, pengungsian massal, dan pelanggaran HAM yang serius.
Negara ini berada di ambang kehancuran, dengan stabilitas politik yang semakin rapuh dan lemahnya peran pemerintah pusat.
8. Haiti: Negara Tanpa Pemerintahan Fungsional
Sejak pembunuhan presiden Jovenel Moïse, Haiti nyaris tanpa pemerintahan yang efektif. Geng bersenjata menguasai sebagian besar wilayah, termasuk ibu kota.
Kekacauan ini menyebabkan pengungsian besar-besaran dan runtuhnya institusi hukum. Meskipun komunitas internasional mencoba menengahi, solusi jangka panjang belum terlihat.
9. Perang Narkoba di Meksiko: Kekuasaan Kartel Makin Menguat
Perang melawan narkoba di Meksiko masih berkecamuk. Kartel besar seperti Sinaloa dan CJNG tidak hanya menguasai perdagangan narkoba, tetapi juga terlibat dalam penculikan, pemerasan, hingga perdagangan manusia.
Wilayah seperti Michoacán dan Guerrero berubah menjadi medan tempur. Pemerintah federal gagal menekan dominasi kartel meski telah mengerahkan pasukan Garda Nasional.
10. Perang Israel-Iran: Langkah Awal Perang Regional Besar
Tanggal 13 Juni 2025 menjadi momen penting ketika Israel meluncurkan Operasi Rising Lion, menghantam situs nuklir utama Iran. Serangan ini menewaskan pejabat militer penting dan memicu kemarahan besar di Teheran.
Iran berjanji membalas dengan keras, dan meskipun AS memilih tidak terlibat langsung, ketegangan meningkat. Banyak pihak melihat ini sebagai titik krusial yang bisa memicu Perang Dunia III, terutama jika negara-negara lain ikut terseret dalam konflik.
Apakah Perang Dunia III Akan Terjadi?
Menurut analis dari Mira Safety, situasi global saat ini menunjukkan tingginya tingkat fragmentasi konflik. Belum ada satu peristiwa tunggal yang cukup untuk menyatukan negara-negara besar dalam satu front peperangan dunia. Namun, potensi eskalasi tetap tinggi.
Persaingan antara Amerika Serikat, Rusia, dan China menciptakan dinamika baru dalam tatanan dunia. Setiap konflik regional berpotensi menjadi pemicu perang global jika tidak ditangani dengan diplomasi aktif dan pengelolaan krisis yang bijak.
Negara-Negara yang Berpotensi Terlibat dalam Perang Dunia III
Berikut beberapa negara dengan kemungkinan besar terlibat jika Perang Dunia III pecah:
-
Amerika Serikat dan sekutunya di NATO serta mitra Indo-Pasifik seperti Jepang, Korea Selatan, Australia, dan Filipina.
-
Rusia, bersama Iran, dan kemungkinan dukungan strategis dari China.
-
China, sebagai kekuatan ekonomi dan militer besar, terutama terkait konflik di Laut China Selatan dan Taiwan.
-
Korea Utara, dengan senjata nuklirnya, dapat menjadi faktor tak terduga dalam konflik global.
Namun, semua masih bersifat spekulatif. Dinamika aliansi global terus berubah seiring kepentingan nasional dan perkembangan geopolitik yang cepat.
(seo)































