Pernyataan bersama baru-baru ini dari 11 negara, termasuk AS dan Jepang, mengungkap bukti bahwa Rusia telah mengirim teknologi militer canggih, seperti sistem perang elektronik, ke Korea Utara menggunakan pesawat kargo.
Pada April, Rusia mengakui bahwa pasukan Korea Utara digunakan dalam kampanye untuk merebut kembali wilayah Kursk dari pasukan Ukraina. Putin mengatakan hal itu didasarkan atas perjanjian pertahanan, yang ditandatangani tahun lalu, yang mewajibkan kedua pihak memberikan dukungan jika salah satu pihak diserang.
Menurut kantor berita Interfax, Selasa, Shoigu mengatakan Korea Utara setuju untuk mengirim 5.000 pekerja konstruksi militer untuk memulihkan infrastruktur yang hancur di wilayah Kursk.
Pyongyang juga akan menyediakan 1.000 penjinak ranjau untuk membersihkan ranjau dari wilayah Rusia. Kedua pihak membahas dimulainya kembali penerbangan antara kedua negara.
Media pemerintah melaporkan, Shoigu telah bertemu dengan pemimpin Korea Utara awal bulan ini, saat Kim menegaskan kembali "dukungan tanpa syarat" terhadap kebijakan luar negeri Putin dan sikap Rusia terkait isu-isu penting global.
Shoigu, yang menjabat sebagai Menteri Pertahanan Rusia pada awal invasi Ukraina hingga perombakan kabinet pada Mei 2024, juga mengunjungi Pyongyang pada Maret lalu. Saat itu, ia dilaporkan memberi tahu Kim tentang negosiasi yang dimediasi AS untuk mengakhiri konflik di Ukraina.
Para kritikus berpendapat bahwa kemitraan Rusia-Korea Utara membantu Pyongyang menghindari sanksi PBB dan memperkuat persenjataan militernya di tengah meningkatnya ketegangan regional.
Kremlin terus membingkai hubungannya dengan Korea Utara sebagai bagian dari perlawanan yang lebih luas terhadap "hegemoni" Barat.
(bbn)






























