Logo Bloomberg Technoz

Penguatan rupiah bergabung dengan mayoritas mata uang Asia yang juga berbalik arah mengalahkan the greenback, dipimpin oleh yen Jepang dan won Korsel. Penguatan rupiah berada di urutan lima di Asia siang ini setelah yen, won, dolar Singapura dan rupee India.

Berbalik arahnya rupiah pada jelang sore ini kemungkinan karena makin amblesnya pamor dolar AS di pasar global. Indeks dolar AS yang mengukur kekuatan the greenback terhadap enam mata uang utama dunia, makin terbenam di level 98,79, terlemah sejak akhir April lalu.

Kejatuhan pamor dolar AS yang pada pekan lalu masih mencatat penguatan 0,21% menyusul keluarnya prediksi baru dari salah satu bank investasi global, Morgan Stanley.

Morgan Stanley memprediksi the greenback akan jatuh ke level yang terakhir terlihat pada pandemi Covid-19, pada pertengahan tahun depan, terdampak oleh pemotongan suku bunga dan perlambatan pertumbuhan.

Dalam catatan yang dilansir pada 31 Mei lalu, para ahli strategi Morgan Stanley, termasuk Matthew Hornbach memperkirakan DXY akan turun sekitar 9% hingga mencapai 91 pada sekitar tahun depan.

"Kami pikir suku bunga dan pasar mata uang telah memulai tren yang cukup besar yang akan berkelanjutan—membuat dolar AS jauh lebih rendah dan kurva imbal hasil jauh lebih curam—setelah dua tahun perdagangan berayun di kisaran yang luas," tulis para ahli strategi, dilansir dari Bloomberg, hari ini.

Posisi bersih agregat pada 10 pasangan mata uang dan Indeks Dolar AS. (Bloomberg)

Laporan Morgan Stanley ini menambah daftar suara yang mempertanyakan prospek dolar karena para pelaku pasar dan analis mempertimbangkan pendekatan disruptif Presiden AS Donald Trump terhadap perdagangan.

Ahli strategi JPMorgan Chase & Co yang dipimpin oleh Meera Chandan mengatakan kepada para investor minggu lalu bahwa mereka tetap bearish terhadap mata uang AS, dan sebaliknya merekomendasikan yen, euro, dan dolar Australia.

Indeks Dolar AS telah turun hampir 10% sejak mencapai puncaknya pada Februari karena kebijakan perdagangan Trump merusak sentimen terhadap aset-aset AS dan memicu pemikiran ulang tentang ketergantungan dunia terhadap dolar AS.

Namun, data Commodity Futures Trading Commission menunjukkan penurunan ini masih jauh dari titik ekstrem historis, menggarisbawahi potensi pelemahan dolar lebih lanjut di masa mendatang.

Para ahli strategi Morgan Stanley bilang pemenang terbesar dari pelemahan dolar adalah euro, yen, dan franc Swiss, yang secara luas dianggap sebagai saingan dolar AS sebagai aset-aset global yang aman.

Bisa terjegal faktor musiman

Meski ada peluang penguatan akibat keterpurukan dolar AS di pasar global yang diperkirakan akan berlanjut makin tajam, rupiah masih memiliki faktor penjegal ke depan setelah pada Mei lalu mencetak kinerja langka dengan penguatan hampir 2%.

Rupiah berhasil membukukan kinerja bulanan terbaik pada Mei, yang menjadi capaian terbaik dalam delapan bulan terakhir, di tengah pergerakan dolar AS di pasar global yang cenderung melemah. 

Selama Mei, rupiah spot menguat 1,91% dibanding April dan ditutup di level Rp16.290/US$. Besar penguatan rupiah selama Mei menjadi hal yang langka sekaligus torehan terbaik dalam lebih satu dekade. 

Penguatan rupiah itu terutama karena kembalinya dana asing mengalir masuk menyerbu pasar saham dan surat utang RI, bulan lalu.

Mengacu data Bloomberg, dana asing masuk sebesar US$ 337,1 juta ke pasar saham selama Mei ini, sampai perdagangan terakhir kemarin 28 Mei. Nilai itu setara dengan Rp5,5 triliun.

Sedangkan di pasar surat utang negara, asing mencetak net buy selama Mei, sampai data terakhir per 26 Mei, sebesar US$ 1,49 miliar, setara dengan Rp24,42 triliun.

Rupiah juga mendapatkan dukungan dari perbaikan neraca transaksi berjalan. Pada kuartal 1-2025, defisit transaksi berjalan RI mengecil, yakni sebesar US$ 177 juta, setara dengan 0,1% dari Produk Domestik Bruto.

Angka defisit itu jauh lebih kecil dibanding kuartal sebelumnya sebesar US$ 1,12 miliar kendati lebih besar ketimbang prediksi pasar yang memperkirakan hanya ada defisit US$ 132 juta. Penurunan nilai defisit transaksi berjalan itu mengurangi kerentanan perekonomian dan meningkatkan kepercayaan investor. 

Hanya, capaian positif kinerja rupiah pada Mei mungkin masih rentan memasuki bulan Juni ini. Dalam empat tahun terakhir, kinerja rupiah setiap bulan Juni selalu melemah dengan pelemahan bisa lebih dari 2%.

Itu karena adanya peningkatan permintaan dolar musiman di pasar menyusul adanya utang luar negeri jatuh tempo pemerintah dan pembayaran dividen korporasi pada para investor asing.

Pada Juni, terdapat nilai utang jatuh tempo pemerintah senilai Rp178,9 triliun yang menjadi nilai tertinggi pembayaran utang sepanjang tahun 2025.

Di sisi lain, jadwal pembayaran dividen korporasi juga akan menguras dolar di pasar dan rentan menyeret rupiah.

Faktor musiman itu, bila ditambah gejolak pasar yang dapat menggoyahkan tren inflows asing ke pasar domestik, bisa jadi kabar buruk bagi rupiah ke depan.

(rui)

No more pages