Penelitian tersebut menemukan siswa yang menggunakan tutor AI mampu mempelajari lebih dari dua kali lipat materi dibandingkan siswa di kelas pembelajaran aktif, dengan waktu belajar lebih singkat.
Tutor AI diklaim juga memiliki keunggulan tambahan yakni tidak mengalami kelelahan, tidak mudah terganggu, dan dapat beradaptasi secara instan dengan kecepatan masing-masing siswa.
Sistem pendidikan formal di berbagai negara mulai merespons perubahan ini. Wharton School di University of Pennsylvania, AS bahkan baru-baru ini meluncurkan kurikulum yang berfokus sepenuhnya pada kecerdasan buatan.
Dekan Wharton, Erika James, dalam pernyataan resminya pada 2 April menyatakan, "Ini bukan lagi pertanyaan tentang apakah, tetapi bagaimana AI akan mengubah setiap aspek bisnis dan masyarakat secara mendasar."
Ia menegaskan "Sekolah bisnis memiliki peran penting untuk memastikan bahwa adopsi AI menghasilkan hasil yang positif."
Pemerintah China diketahui turut mewajibkan pendidikan AI mulai dari tingkat sekolah dasar. Menurut laporan Business Insider, siswa di sana kini harus menuntaskan setidaknya delapan jam pelajaran AI setiap tahun.
Efek Kecemasan
Namun, transisi besar ini juga menimbulkan kecemasan di kalangan generasi muda. Jajak pendapat Gallup pada Maret lalu menunjukkan bahwa 41% responden dari Generasi Z merasa cemas terhadap perangkat AI.
Sebanyak 44% mengkhawatirkan potensi berkurangnya keterampilan berpikir kritis akibat ketergantungan pada AI, sementara hanya 27% yang merasa optimistis dan 36% merasa antusias terhadap integrasi AI dalam pendidikan.
Meski tutor AI menawarkan kecepatan dan akurasi, beberapa kritik menilai bahwa teknologi ini masih kekurangan kecerdasan emosional. Robin Waite, seorang ahli strategi bisnis, dalam artikelnya baru-baru ini menyatakan bahwa sistem AI tidak mampu menginspirasi, memahami perilaku manusia, atau membangun koneksi emosional dengan siswa.
Ramalan Hinton lantas menimbulkan pertanyaan mendasar bagi masa depan universitas, terutama dalam program-program teknis seperti ilmu komputer.
Jika tutor AI mampu menyediakan pengajaran individual yang efektif, terjangkau, dan tersedia sepanjang waktu—bahkan melebihi kualitas profesor terbaik—maka muncul keraguan: apakah mahasiswa di masa depan masih akan memilih untuk menginvestasikan biaya besar demi gelar empat tahun?
(prc/wep)
































