Logo Bloomberg Technoz

Rupiah spot dibuka melemah 0,24% di level Rp16.845/US$. Selanjutnya, rupiah dengan cepat tergerus makin dalam menyentuh Rp16.870/US$ pada pukul 09:05 WIB. Di sisi lain, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melesat sejak pembukaan pasar dan jelang tengah hari makin tak terbendung kenaikannya mencapai 1,3%, kini di level 6.625. 

Sementara itu, di pasar surat utang negara, mayoritas yield SBN terpantau turun mencerminkan kenaikan harga obligasi pemerintah terdorong aksi beli investor. Yield tenor acuan 10Y terpangkas 3,2 basis poin (bps) di level 6,957%.

Sementara tenor menengah 5Y, imbal hasilnya turun lebih banyak yaitu hingga 7,6 bps sampai siang ini seperti ditunjukkan data OTC Bloomberg. Tenor 2Y, imbal hasilnya juga turun 1,4 bps kini di 6,581%.

Kedua, kata Luky, hal yang tidak kalah penting adalah transmisi ke sektor riil. Hal ini berkaitan dengan bagaimana perkembangan atau dinamika yang terjadi di tingkat global akan mulai berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi, penciptaan lapangan pekerjaan hingga ke indikator pembangunan seperti kemiskinan. Sehingga, Luky mengatakan hal tersebut harus diwaspadai. 

"Jadi kita memang membuat rencana pembangunan, tetapi ternyata tetap kita harus waspada," ujarnya

Luky mengatakan, Indonesia dalam perjalannya sudah mengalami berbagai macam krisis, baik kecil maupun besar, seperti pandemi Covid-19.

Namun, Luky mengatakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) menjadi instrumen yang berfungsi sebagai peredam kejut (shock absorber). 

"Jadi bagaimana kita merancang APBN dan juga nanti di level daerah menjadi APBD tetap harus ada fleksibilitas, tetap harus ada sebagai shock absorber tadi," ujarnya.

Terlebih, kata Luky, Presiden Prabowo Subianto juga sudah mengamanatkan efisiensi anggaran jauh sebelum terjadinya perang dagang. Hal ini sesuai dengan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran 2025. 

Direktur Departemen Riset IMF Pierre-Oliver Gourinchas mengatakan dunia memasuki era baru karena sistem ekonomi global yang telah beroperasi dalam 80 tahun terakhir sedang diatur ulang. Sejak akhir Januari, banyak pengumuman tarif telah dibuat, dengan puncaknya pada 2 April 2025, dengan pungutan yang hampir universal dari AS dan tarif balasan dari beberapa mitra dagang. Tarif efektif yang diterapkan AS telah melonjak melampaui level yang dicapai lebih dari 100 tahun yang lalu, sementara tarif untuk AS juga telah meningkat.

Dengan jalur alternatif yang mengecualikan pengumuman tarif pada April, pertumbuhan global hanya akan mengalami penurunan proyeksi yang kecil menjadi 3,2% pada tahun ini.

"Kami juga akan menggunakan prakiraan berbasis model untuk menggabungkan penangguhan sementara sebagian besar tarif yang diumumkan pada 9 April, bersama dengan peningkatan tarif bilateral antara China dan AS ke tingkat yang sangat tinggi," ujar Gourinchas dalam konferensi pers. 

Penghentian sementara ini, lanjut dia, bahkan jika diperpanjang secara permanen, memberikan prospek pertumbuhan yang sama dengan prakiraan acuan, yaitu 2,8%, meskipun beberapa negara yang dikenai tarif tinggi dapat memperoleh manfaat.

IMF memandang prospek pertumbuhan dunia akan segera membaik jika ketegangan perdagangan mereda dan keluhan lama tentang hambatan nontarif dan langkah-langkah distorsi perdagangan oleh beberapa negara teratasi.

Namun, IMF mengatakan risiko jangka pendek adalah eskalasi perang dagang lebih lanjut dengan konsekuensi tidak langsung terhadap pertumbuhan. Lembaga yang berpusat di Washington ini memangkas proyeksi pertumbuhan perdagangan global tahun ini sebesar 1,5 poin persentase dan hanya melihat sedikit pemulihan tahun depan.

"Risiko-risiko terhadap ekonomi global telah meningkat dan mengarah ke sisi negatif," kata Gourinchas.

(lav)

No more pages