Logo Bloomberg Technoz

Nyaris keseluruhan saham membukukan pelemahan. Paling dalam adalah saham-saham barang baku, saham konsumen non primer, dan saham energi dengan terpeleset mencapai 3,07%, 2,23%, dan 1,42%. Menyusul saham teknologi dan saham properti yang masing-masing melemah 1,31% dan 0,34%.

Tidak hanya IHSG, Bursa saham utama Asia juga terbenam di zona merah. TW Weighted Index (Taiwan) jadi yang paling parah dengan ambles 5,79%

Bursa Saham Asia lain juga kompak menapaki jalur merah, menyusul NIKKEI 225 (Tokyo), TOPIX (Jepang), Ho Chi Minh Stock Index (Vietnam), KLCI (Malaysia), Straits Time (Singapura), KOSPI (Korea Selatan), dan SENSEX (India) yang terpangkas amat signifikan dengan masing-masing terpangkas 3,93%, 3,40%, 3,40%, 2,98%, 2,18%, 1,74%, dan 0,51%.

NIKKEI 225 Ambles Tersengat Kebijakan Tarif Trump (Bloomberg)

Sementara itu, PSEI (Filipina), Shenzhen Comp (China), Shanghai Composite (China), CSI 300 (China), dan Hang Seng (Hong Kong) berhasil rebound dan menguat dengan kenaikan 3,15%, 1,77%, 1,31%, 0,98%, dan 0,68%.

IHSG dan Bursa Saham Asia tersengat momentum pelemahan di Bursa Saham Amerika Serikat (AS). Dini hari tadi waktu Indonesia, tiga indeks utama di Wall Street kompak ditutup melemah. Nasdaq Composite, S&P 500, dan Dow Jones Industrial Average masing-masing ambles mencapai 2,15%, 1,57%, dan 0,84%.

Sentimen yang mewarnai laju Bursa Asia hari ini datang dari global, perang dagang tarif Trump yang mulai berlaku pada Rabu tengah malam, diyakini bisa memantik inflasi lagi dan mengacaukan rantai pasok perdagangan global hingga menyulut resesi.

Hari ini, 9 April 2025, menjadi hari bersejarah berlakunya tarif resiprokal yang digencarkan oleh AS Presiden Donald Trump terhadap puluhan negara di dunia, termasuk Indonesia.

“Mungkin ada tarif permanen dan mungkin juga ada negosiasi karena ada hal-hal yang kita butuhkan di luar tarif,” kata Trump pada Senin, mengutip Bloomberg.

Alhasil, arus jual saham membesar ketika Trump menolak gagasan jeda waktu sebelum tarif diberlakukan.

Seperti yang diwartakan Bloomberg News, sentimen pasar menjadi suram imbas pejabat tinggi Gedung Putih mengatakan AS akan segera mengenakan tarif tinggi pada China mencapai 104%. Merespons langkah AS itu, Perdana Menteri Li Qiang menegaskan negaranya memiliki banyak alat kebijakan untuk ‘mengimbangi’ guncangan eksternal yang negatif.

Harapan untuk kesepakatan di menit-menit terakhir dengan China tampak jauh.

Yang jadi catatan, Trump berencana terus maju dengan pungutan 104% pada banyak barang China, yang ditingkatkan AS setelah Beijing menegaskan akan membalas kampanye tarif resiprokal Trump.

Merespons hal itu, Perdana Menteri China Li Qiang menegaskan kembali optimismenya tentang pertumbuhan Ekonomi terbesar kedua di dunia pada 2025, terlepas dari ancaman tarif terbaru dari Presiden AS Donald Trump.

Investor mulai menarik diri dari hampir semua aset berisiko. Kegelisahan Ekonomi AS menyelimuti Wall Street, memicu aksi jual besar-besaran. IHSG dan Bursa Asia juga sama akibat menguatnya kekhawatiran akan terjadinya resesi di AS.

Kepala Ekonom JPMorgan, Bruce Kasman, memperingatkan bahwa tarif yang diumumkan pemerintahan Trump atas negara mitra dagang AS kemungkinan akan mendorong ekonomi AS—dan bahkan ekonomi global—menuju resesi pada 2025 jika kebijakan tersebut terus diberlakukan.

(fad/wep)

No more pages