Logo Bloomberg Technoz

Total anggaran program bantuan AS itu mencapai US$40 juta, jumlah yang kecil dibandingkan penghematan US$27,7 miliar yang diklaim pemerintahan Trump dari pemutusan ribuan kontrak bantuan luar negeri. Namun, bagi Kamboja jumlah itu sangat berarti, sehingga menggantikan pendanaan yang hilang menjadi prioritas utama.

Departemen Luar Negeri AS, yang mengawasi USAID dan kemungkinan akan mengambil alih badan tersebut sepenuhnya, mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa AS tetap mendanai program bantuan yang menguntungkan rakyatnya. Departemen itu juga mengklaim telah mencapai "kemajuan signifikan" dalam mendukung pembangunan Kamboja selama 30 tahun terakhir melalui kerja sama erat dengan pemerintah setempat.

"Terlepas dari perubahan dalam pendekatan AS terhadap bantuan luar negeri, kami berharap hubungan dengan Kamboja tetap berkembang secara produktif sambil menjadikan Amerika lebih aman, lebih kuat, dan lebih makmur," demikian pernyataan Departemen Luar Negeri AS.

Kontrak bantuan itu dihentikan pada 26 Februari, setelah Presiden Donald Trump dan penasihatnya, Elon Musk, meluncurkan reformasi besar-besaran terhadap kebijakan bantuan luar negeri AS, termasuk membubarkan USAID.

Meskipun ini hanya satu contoh, langkah tersebut memperkuat kekhawatiran yang sebelumnya disuarakan oleh anggota parlemen Demokrat dan beberapa Republik, aktivis bantuan, serta mantan pejabat AS: pemotongan bantuan luar negeri AS memberikan peluang bagi China untuk mengisi kekosongan dan memperluas pengaruhnya melalui soft power di negara-negara berkembang.

Hal ini menjadi lebih mendesak di Kamboja, di mana AS telah menggelontorkan sekitar US$1 miliar sejak 1990-an. Washington telah lama berupaya menyaingi pengaruh China di Asia Tenggara, terutama di Kamboja. Dalam empat tahun terakhir, pemerintahan Biden menyuarakan kekhawatiran atas kehadiran militer China di Pangkalan Angkatan Laut Ream, Kamboja.

Namun, baru-baru ini, AS mencoba mempererat hubungan pertahanan dengan Phnom Penh, yang pada akhir tahun lalu memberikan akses bagi kapal perang AS untuk berlabuh di Ream untuk pertama kalinya.

'Hadiah Diplomatik' bagi China

"Ini adalah hadiah diplomatik untuk China," kata Charles Kenny, peneliti senior di Center for Global Development. "Di setiap negara di mana ada pemotongan bantuan USAID yang signifikan, China hanya perlu mengalokasikan sedikit dana untuk proyek kesehatan dan pendidikan, lalu mengklaim bahwa mereka sedang meningkatkan bantuan. Itu jelas menguntungkan secara citra, dan saya yakin mereka cukup pintar untuk memanfaatkannya."

Sejak keputusan pemerintahan Trump untuk membubarkan USAID dan memangkas sebagian besar kontrak bantuannya, para legislator AS, pakar pembangunan, serta pejabat keamanan nasional menyoroti risiko geopolitik dari kebijakan tersebut.

Banyak dari mereka memperingatkan bahwa China bisa mengisi celah tersebut dengan memperluas pengaruhnya di negara-negara berkembang—sebuah strategi yang telah dilakukan Beijing selama bertahun-tahun melalui proyek infrastruktur bernilai puluhan miliar dolar di Afrika, Asia, dan Amerika Selatan di bawah inisiatif Belt and Road.

Dan hal itu sudah terjadi. China telah mengumumkan pendanaan untuk proyek penjinakan ranjau di Kamboja yang sebelumnya dihentikan oleh AS. Pada pertengahan Maret, Beijing juga meluncurkan proyek pengembangan anak usia dini di Rwanda, setelah USAID memangkas kontraknya di sana. Selain itu, pejabat China dikabarkan menawarkan bantuan untuk mengisi kekosongan pendanaan di Nepal, yang terletak di antara India dan China.

Will Parks, perwakilan UNICEF di Kamboja, mengatakan bahwa organisasinya telah menandatangani kemitraan dengan China pada 2024 berdasarkan proposal dari 2022. Program tersebut diluncurkan awal bulan ini dan "melengkapi pendanaan dari negara lain."

"Kamboja telah mencapai kemajuan luar biasa bagi anak-anak dalam satu dekade terakhir," ujar Parks. "Namun, pemotongan anggaran bantuan lebih lanjut bisa membahayakan pencapaian yang sudah diraih dengan susah payah."

Pemerintah Kamboja secara terbuka mengakui bahwa mereka mencari pengganti atas bantuan yang hilang.

"Pemerintah Kamboja bekerja dengan banyak mitra, dan kami tidak pernah bergantung pada satu mitra saja," ujar Pen Bona, juru bicara pemerintah, dalam pesan singkat menanggapi pertanyaan media. "Jadi, jika satu mitra menarik dukungannya, kami akan mencari mitra lain untuk menggantikannya."

Sementara itu, Kementerian Luar Negeri China menegaskan komitmennya dalam memberikan bantuan kepada Kamboja.

"China akan terus memberikan bantuan bagi pembangunan ekonomi dan sosial Kamboja di bawah kerangka kerja South-South Cooperation," kata kementerian itu dalam pernyataan resminya.

"Kebijakan bantuan China tetap konsisten dan jelas," lanjutnya. "Prinsip China untuk tidak mencampuri urusan dalam negeri, tidak memberikan syarat politik, dan tidak membuat janji kosong tetap tidak berubah."

Dalam pertemuan tertutup di Capitol Hill bulan ini, Pete Marocco, pejabat yang ditunjuk Trump untuk membongkar USAID, ditanya mengenai proyek bantuan yang dihentikan di Kamboja serta pengumuman cepat dari China. Namun, menurut seseorang yang mengetahui jalannya pertemuan, Marocco mengabaikan kekhawatiran tentang meningkatnya pengaruh China.

Marocco sendiri tidak memberikan tanggapan atas permintaan komentar dari media.

Sementara itu, tim Trump terus berpendapat bahwa proyek-proyek yang dibatalkan tersebut tidak memberikan manfaat bagi warga Amerika.

Namun, Diana Putman, mantan pejabat senior USAID untuk Afrika, berpendapat sebaliknya. Menurutnya, miliaran dolar bantuan luar negeri AS telah memberikan keunggulan bagi para diplomatnya.

"Leverage dan kemampuan mereka untuk memengaruhi kebijakan luar negeri suatu negara sangat bergantung pada dana yang mereka bawa," ujar Putman. "Dan di negara-negara berkembang, dana itu sebagian besar berasal dari USAID."

(bbn)

No more pages