Logo Bloomberg Technoz

Di Jeddah, tempat perundingan berlangsung, Penasihat Keamanan Nasional AS Mike Waltz mengatakan bahwa delegasi Ukraina telah mengambil langkah nyata untuk menerima proposal AS, termasuk gencatan senjata penuh.

“Kami juga membahas secara mendalam bagaimana perang ini bisa benar-benar berakhir, jaminan apa yang mereka perlukan untuk keamanan jangka panjang dan kesejahteraan mereka, serta apa yang dibutuhkan untuk menghentikan pertempuran yang mengerikan ini,” ujar Waltz kepada wartawan.

Selain itu, AS dan Ukraina juga membahas pertukaran tahanan dengan Rusia selama masa gencatan senjata, menurut pernyataan resmi. Kedua negara juga sepakat untuk segera menyelesaikan perjanjian yang telah lama dituntut Trump terkait eksplorasi mineral di Ukraina.

Sebelum pertemuan ini, Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio menegaskan bahwa tujuan utama negosiasi adalah mengetahui sejauh mana Ukraina bersedia berkompromi untuk mencapai kesepakatan damai dengan Rusia. Usai pertemuan, Rubio mengatakan, “Kami telah membuat tawaran, dan Ukraina menerimanya.”

Dalam pidato video kepada rakyat Ukraina, Presiden Volodymyr Zelenskiy menyatakan bahwa gencatan senjata ini akan menjadi kesempatan untuk menyiapkan perdamaian yang lebih stabil dengan jaminan keamanan yang lebih kuat bersama para mitra internasional.

“Ukraina siap untuk perdamaian,” katanya. “Sekarang, Rusia harus menunjukkan apakah mereka siap untuk mengakhiri perang atau tetap melanjutkannya.”

Rencana gencatan senjata ini mengharuskan Rusia menghentikan serangan udara menggunakan rudal, bom, dan drone bermuatan bahan peledak, jelas Zelenskiy.

Trump mengutus Rubio dan Waltz untuk bertemu dengan delegasi Ukraina di Jeddah setelah perdebatan panas di Gedung Oval pada 28 Februari lalu, yang berujung pada penghentian sementara bantuan militer ke Ukraina. AS mengaitkan pemulihan bantuan tersebut dengan komitmen Zelenskiy untuk mencari solusi diplomatik guna mengakhiri perang dengan Rusia.

Ketika ditanya apakah Zelenskiy akan diundang kembali ke Gedung Putih, Trump menjawab, “Tentu, pasti.”

Dalam pertemuan tersebut, Rubio dan Waltz bertemu dengan Kepala Staf Kepresidenan Ukraina Andriy Yermak, serta Menteri Pertahanan Rustem Umerov dan Menteri Luar Negeri Andrii Sybiha. Menteri Luar Negeri Arab Saudi juga turut hadir dalam pertemuan itu.

Sementara itu, Zelenskiy bertemu dengan Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman pada Senin malam, tetapi ia meninggalkan Jeddah sebelum pembicaraan dengan AS dimulai.

Kesepakatan ini muncul di tengah situasi sulit yang dihadapi Ukraina di garis depan perang, dengan kekurangan senjata dan personel. Pasukan Rusia terus berusaha merebut kembali wilayah Kursk di Rusia yang telah dikuasai Ukraina selama lebih dari tujuh bulan. Wilayah ini menjadi aset strategis yang bisa digunakan Ukraina dalam negosiasi perdamaian di masa depan.

Misi Moskow

Sementara itu, Utusan Timur Tengah AS Steve Witkoff dijadwalkan bertemu dengan Putin di Moskow, menurut laporan Bloomberg News. Salah satu tawaran yang mungkin diajukan AS untuk menarik persetujuan Putin atas gencatan senjata adalah pertemuan puncak dengan Trump.

Namun, Rusia telah menolak kehadiran pasukan Eropa di Ukraina sebagai penjaga perdamaian dalam kesepakatan apa pun. Moskow menuntut Ukraina tetap netral, membatasi kekuatan militernya, serta membatalkan aspirasinya untuk bergabung dengan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO). Selain itu, Rusia juga menginginkan Ukraina segera menggelar pemilihan presiden.

Para pejabat keamanan Barat memperingatkan bahwa Putin sengaja mengajukan tuntutan maksimalis yang kemungkinan besar akan ditolak oleh Ukraina dan Eropa. Menurut laporan Bloomberg pada Selasa, Putin siap melanjutkan perang jika tuntutannya tidak dipenuhi.

Perdana Menteri Inggris Keir Starmer menyebut kesepakatan yang dicapai di Jeddah sebagai “terobosan luar biasa” dan mengatakan bahwa keputusan kini ada di tangan Rusia.

“Bola sekarang ada di lapangan Rusia. Mereka harus menyetujui gencatan senjata dan mengakhiri perang ini,” kata Starmer.

Hingga berita ini diterbitkan, belum ada tanggapan resmi dari pihak Rusia terkait kesepakatan AS dan Ukraina. Namun, Fyodor Lukyanov, kepala Dewan Kebijakan Luar Negeri dan Pertahanan Rusia—sebuah lembaga yang memberikan masukan kepada Kremlin—menyatakan skeptis terhadap isi kesepakatan tersebut.

“Berdasarkan cara perjanjian ini disusun, tampaknya tidak akan memuaskan siapa pun,” kata Lukyanov.

“Kami sudah berkali-kali menyatakan bahwa tidak akan ada gencatan senjata sebelum ada kesepakatan mengenai perdamaian yang berkelanjutan,” tambahnya. “Tidak ada syarat yang disebutkan di sini. Semuanya masih harus dinegosiasikan lebih lanjut.”

(bbn)

No more pages