Dia mengestimasikan sebuah proyek kilang dengan kapasitas 500.000 barel per hari (bph) bisa mencapai US$20 miliar atau setara Rp326 triliun.
Menurutnya, sejumlah megaproyek pembangunan kilang di luar negeri tidak pernah ditanggung sendiri oleh negaranya karena risiko pembangunan kilang yang sangat besar.
Mereka biasanya berbagi risiko dengan investor lainnya untuk mengantisipasi terjadinya kegagalan hingga molornya pembangunan kilang.
“Satu proyek kilang bisa sekali buat jadi bangkrut nanti, kalau semua 100% ditanggung oleh Danantara. Makanya, proyek-proyek besar kalau kita lihat di luar sana, di berbagai belahan dunia, kilang-kilang yang besar itu selalu mereka enggak menanggung sendiri,” ujarnya.
Moshe menggarisbawahi sejumlah proyek kilang PT Pertamina (Persero) hingga kini masih terkatung-katung, seperti proyek strategis nasional (PSN) Grass Root Refinery (GRR) atau Kilang Tuban yang tersandera keputusan investasi akhir atau final investment decision (FID) Rosneft Singapore Pte Ltd.
Tak hanya itu, Moshe juga mencontohkan proyek Refinery Development Master Plan (RDMP) atau Kilang Balikpapan yang tidak kunjung rampung, padahal sudah dibangun sejak 2020, alias lebih dari empat tahun.
Perkembangan terbaru, PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) mengonfirmasi progres pembangunan RDMP Balikpapan per Februari 2025 mencapai 92,42% dan ditarget selesai pada September tahun ini.
Cost Overrun
Molornya sebuah pembangunan kilang dapat berimbas pada penambahan biaya di luar rancangan anggaran biaya yang telah direncanakan sejak awal atau cost overrun.
Kondisi ini merupakan salah satu risiko yang seharusnya bisa dibagi bersama investor lainnya sehingga pemerintah tidak menanggungnya sendiri.
“Itu kan risiko yang harus ditanggung. Proyek yang Kilang Balikpapan itu kan 100% Pertamina. Memang ada pinjaman, pinjaman itu ditanggung oleh Pertamina juga. Jadi yang menjaminkan Pertamina, terus ekuitasnya juga dari Pertamina,” tuturnya.
Moshe mengkhawatirkan pembangunan proyek kilang raksasa baru nantinya akan bernasib sama dengan kilang-kilang yang tengah dibangun oleh pemerintah.
Kilang Balikpapan yang menargetkan peningkatan kapasitas kilang dari 260.000 bph menjadi 360.000 saja molor, lanjutnya, apalagi membangun kilang raksasa baru dengan kapasitas 500.000 bph.
“Membangun yang baru risikonya itu luar biasa tingginya. Nah itu harus sharing. Risiko tersebut enggak bisa kita pegang sendiri. Untuk sharing itu, berarti harus ada investor,” ucap Moshe.
Memikat Investor
Di sisi lain, dia juga menyoroti perihal pembangunan proyek kilang perlu menarik bagi investor, terutama dari sisi keuntungan hingga harga jual bahan bakar minyak (BBM) nantinya.
“Kalau enggak menarik ya ujung-ujungnya nanti enggak ada investor. Sama kayak Kilang Balikpapan juga. Dia kan awalnya mengundang investor salah satunya dari kami [anggota Aspermigas]. Kami sempat ikut juga di Balikpapan. Ujung-ujungnya enggak menarik, semua pull out [keluar],” imbuhnya.
Pemerintah mengumumkan berencana membangun kilang raksasa baru dengan kapasitas 500.000 bph, yang kemungkinan akan dibangun berdekatan dengan rencana proyek fasilitas penyimpanan (storage) minyak di Pulau Nipa, Provinsi Kepulauan Riau.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengutarakan pendanaan proyek kilang minyak baru yang tepatnya berada di Pulau Pemping, Provinsi Kepulauan Riau itu berasal dari Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) dan investor lain.
Pemerintah, menurut Bahlil, juga sedang mencari investor lain yang bisa mendanai proyek kilang raksasa itu. Namun, dia mengatakan akan jauh lebih baik bila PT Pertamina (Persero) berpartisipasi dalam pendanaan kilang raksasa tersebut.
"Sebagian [pendanaannya dari] Danantara, sebagian kita lagi mencari. Kalau memang Pertamina bisa ikut itu jauh lebih baik," ujar Bahlil saat ditemui di Komplek Istana Kepresidenan, Jumat (7/3/2025).
Kendati demikian, Bahlil belum menjelaskan dengan lengkap berapa porsi pembiayaan yang akan dilakukan masing-masing Danantara dan investor lain tersebut.
Kepastian letak proyek kilang minyak raksasa di Pulau Pemping, Kepulauan Riau medio pekan ini disampaikan oleh Wakil Menteri ESDM Yuliot Tanjung.
Sebelumnya, padahal, santer beredar kabar bahwa proyek kilang raksasa tersebut akan dibangun di Pulau Nipa, Kepri alias berada di lokasi yang sama dengan rencana pembangunan fasilitas storage cadangan minyak berkapasitas 1 juta bph.
Pulau Pemping, terangnya, berdekatan dengan Pulau Nipa yang akan menjadi lokasi pembangunan storage minyak untuk Cadangan Penyangga Energi (CPE), sesuai Peraturan Presiden No. 96/2024.
“Itu kan lokasinya berdekatan. Jadi ini merupakan bagian satu ekosistem, yang menjadi satu kesatuan,” tutur Yuliot, Kamis (6/3/2025).
Dia juga menegaskan rencana pembangunan kilang baru yang berdekatan dengan Singapura itu tidak akan menganulir proyek GRR alias Kilang Tuban, yang saat ini masih menunggu keputusan FID dari Rosneft.
Sekadar catatan, saat ini Pertamina mengoperasikan enam kilang, yaitu; Refinery Unit (RU) II Dumai, RU III Plaju, RU IV Cilacap, RU V Balikpapan, RU VI Balongan, dan RU VII Kasim.
Kapasitas terpasang pengolahan minyak mentah kumulatif di enam kilang Pertamina mencapai sebesar 1,03 juta bph, atau sekitar 90% dari kapasitas pengolahan yang ada di Indonesia.
-- Dengan bantuan Mis Fransiska Dewi dan Dovana Hasiana
(wdh)































