Selain itu, Tito menilai banyak masyarakat desa yang meminjam uang melalui rentenir, dan mereka menjadi kesulitan karena tidak memiliki kuasa untuk ‘tawar-menawar’, akibat rentenir dijalankan oleh perorangan dan sulit dimintai pertanggungjawaban secara hukum.
“Negara hadir untuk menyelamatkan mereka memutus, jangan sampai mereka tergantung kepada tadi, pinjol, tengkulak, rentenir yang tidak bisa dipertanggungjawab secara hukum. Kalau dengan kooperasi kan jelas transaksinya,” tegas dia.
Rencananya, anggaran koperasi untuk setiap desa akan mencapai Rp3-5 miliar. Nantinya, Koperasi Desa Merah Putih akan tersebar di 70.000-80.000 desa se-Indonesia. Dimana anggaran tersebut diberikan dengan skema cicilan 3-5 tahun.
Terkait itu, Budi Arie menegaskan anggaran Rp5 miliar tersebut terdiri atas beberapa komponen yakni untuk pembangunan gudang, pembangunan gerai koperasi, hingga akan dimanfaatkan untuk pengadaan angkutan barang.
“Ada bangun gudangnya, ada bangun cold storage-nya, ada bangun grei-nya, terus ada truck. Paling enggak ada dua truck. Truck dan bengkel. Jadi setiap desa punya dua truck. Truck desa itu buat ngangkut barang hasil desa, termasuk juga membawa barang-barang ke desa,” tegas Budi.
(azr/frg)






























