Dia juga ingin bekerja sama dengan China dan negara-negara lain di berbagai sektor energi, mulai dari pembangkit listrik ramah lingkungan hingga produksi hidrogen dan transit gas alam.
“Mongolia memiliki lahan luas yang mampu menghasilkan energi,” kata Oyun-Erdene. ”Kita dapat menjual energi ke China dan juga negara adikuasa Asia lainnya.”
China membukukan rekor impor batu bara tahun lalu, yang didorong oleh peningkatan besar dari Australia dan Mongolia, dengan yang terakhir menyumbang 60% dari impor batu bara kokas tetangga selatannya untuk pembuatan baja.
Meskipun industri baja China sedang berjuang dan permintaannya terhadap batu bara secara umum menurun, Mongolia berada pada posisi yang baik untuk mempertahankan atau bahkan meningkatkan pangsa pasarnya dengan mengorbankan pasokan dari Rusia, yang semakin mahal.
Pembicaraan Trilateral
Pada perkembangan lain, Pemerintah Mongolia juga berencana untuk mendorong negosiasi trilateral dengan China dan Rusia mengenai jaringan pipa Power of Siberia 2, saluran gas alam besar yang diusulkan namun terhenti karena negosiasi harga.
Mongolia siap untuk melanjutkannya jika kesepakatan dapat dicapai, kata Oyun-Erdene.
Perdana Menteri Mongolia telah mengusulkan kepada Perdana Menteri China Li Qiang untuk menyelenggarakan pertemuan trilateral di Ulaanbaatar untuk mendorong kesepakatan gas setelah berbicara dengan Presiden Vladimir Putin.
“Pemerintah Mongolia siap untuk menandatangani perjanjian dan melanjutkan proyek ini ketika perjanjian pembelian diselesaikan antara” perusahaan milik negara Rusia dan China, katanya.
Negara tersebut juga ingin menggunakan cadangan batu baranya untuk memproduksi hidrogen, yang telah disebut-sebut sebagai bahan bakar masa depan untuk industri berat seperti pembuatan baja.
Oyun-Erdene mengatakan Mongolia telah melakukan pembicaraan dengan negara-negara di Timur Tengah tentang kemungkinan mengekspor hidrogennya ke negara-negara tersebut.
(bbn)

































