Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menyebut keputusan menggunakan batu bara sebenarnya juga dilakukan oleh beberapa negara lain di dunia, contohnya India dan China.
"Saya kemarin dari India, saya diskusi dengan beberapa menteri. Ya, mereka mendukung green energy, tapi tidak serta-merta semuanya [anggaran] dipakai untuk itu," kata Bahlil.
Sama seperti India, skema blending antara energi fosil dan EBT menurut Bahlil lebih cocok diterapkan di Indonesia setidaknya untuk saat ini.
"Jadi mereka blending antara [energi] batu bara, matahari, dan angin. China pun melakukan hal yang sama. Jadi, menurut saya ini adalah cara kita harus memperkuat keunggulan kompetitif dengan tetap memperhatikan konsensus daripada Paris Agreement,” imbuhnya.
Bahlil pernah menyebut investasi yang dibutuhkan untuk proyek ketenagalistrikan sesuai dengan RUPTL 2025-2034 mencapai sekitar Rp1.000 triliun. Sebanyak Rp400 triliun akan digunakan untuk membangun jaringan transmisi sekitar 48.000 km2 dan Rp600 triliun hingga Rp700 triliun untuk membangun proyek pembangkit listrik.
Pemerintah menargetkan penggunaan listrik berbasis pada EBT sebesar 60% dalam RUPTL 2025—2034. Untuk itu, dibutuhkan proyek jaringan transmisi sekitar 48.000 km2.
Sebagian besar pendanaan untuk proyek kelistrikan itu, bakal berasal dari dalam negeri, tetapi di luar dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN).
(mfd/roy)































