Selain tiga faktor utama itu, Perry mengklaim kebijakan Devisa Hasil Ekspor (DHE) Sumber Daya Alam (SDA) dapat turut mendorong stabilitas nilai tukar rupiah sebab akan menambah stok dolar AS di dalam negeri.
“Yang menjadi issue adalah bagaimana dinamika dari global, kami melihat indeks dolars yang tempo hari pernah di atas 109 dalam beberapa hari ini melemah menjadi 108. Kami akan mencermati ke depan ini akan sangat tergantung dari arah kebijakan pemerintah AS dan suku bunga Fed Fund Rate,” kata Perry.
Rupiah berhasil membukukan kinerja mingguan terbaik dalam empat bulan terakhir, dengan kenaikan hingga 1,17% hingga menghapus pelemahan pekan sebelumnya ketika BI rate dipangkas tak terduga.
Penguatan rupiah terjadi di tengah sentimen positif pasar surat utang domestik yang terangkat karena keputusan Pemerintah RI melakukan penghematan anggaran hingga lebih dari Rp300 triliun untuk menjaga defisit fiskal di tengah prioritas belanja yang besar.
Selain itu, sinyal penurunan BI rate ke depan seperti yang terlihat dari bunga diskonto SRBI dalam lelang yang kembali turun, penurunan empat pekan beruntun, ke level 6,83% untuk tenor 12 bulan, agaknya turut pula memantik minat investor memburu yield tinggi di pasar SBN sekunder.
Rupiah spot, mengacu data Bloomberg, ditutup di level Rp16.173/US$, disokong oleh sentimen pasar global dan domestik yang sama-sama memberikan kegairahan bagi para investor.
Indeks dolar AS pun akhirnya terpangkas ke level 107,31, level terendah sejak pertengahan Desember lalu. Secara mingguan, indeks dolar AS sampai sore ini telah terpangkas 1,85%, penurunan mingguan terbesar sejak Juli 2023 lalu.
(lav)