“Karena iurannya dihimpun dari seluruh penduduk Indonesia, maka nominal iuran JKN pun relatif terjangkau dan memperhatikan keekonomian masyarakat. Masyarakat juga perlu tahu, BPJS Kesehatan menganut prinsip gotong royong. Artinya, iuran peserta JKN yang sehat digunakan untuk membayar biaya pelayanan kesehatan peserta yang sakit,” jelas Rizzky.
Dari sisi aksesibilitas, saat ini BPJS Kesehatan telah bekerja sama dengan 23.467 Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) dan 3.150 Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL) yang tersebar di seluruh penjuru negeri dan siap melayani peserta JKN.
"Karena Program JKN memiliki prinsip portabilitas, maka pesertanya bisa mengakses pelayanan kesehatan di seluruh Indonesia, tidak bergantung pada domisili KTP yang bersangkutan,"ujar Rizzky.
Rizzky juga menjelaskan bahwa BPJS Kesehatan bukanlah kompetitor asuransi swasta, sebab sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2024, BPJS Kesehatan dapat berkoordinasi dengan penyelenggara jaminan lainnya yang memberikan manfaat pelayanan kesehatan. Kerja sama tersebut bersifat koordinasi manfaat untuk manfaat yang bersifat komplementer (pelengkap).
“Menjadi peserta JKN itu wajib bagi setiap penduduk Indonesia, sementara bagi masyarakat yang mampu dan ingin mendapat manfaat non-medis lebih, maka bisa melengkapinya dengan asuransi swasta. Asuransi swasta bisa mengembangkan produk asuransinya untuk menjamin pelayanan kesehatan di luar manfaat yang dijamin BPJS Kesehatan. Peluang kerja sama dengan pihak asuransi swasta dapat dilaksanakan BPJS Kesehatan, sepanjang tidak berbenturan dengan regulasi yang berlaku,” imbuh Rizzky.
Sebelumnya, Menteri Kesehatan RI, Budi Gunadi Sadikin mengaku BPJS Kesehatan masih jauh dari kata sempurna untuk membiayai seluruh jenis penyakit.
Untuk itu, Menkes Budi menyarankan agar masyarakat juga memiliki asuransi swasta selain BPJS Kesehatan.
"Saya akui belum sempurna, dia memberikan layanan gratis ke 260 juta anggotanya, ada yang senang, nggak komplain, ada yang banyak komplain," ujar Menkes Budi dalam YouTube IDN Times, kutip Jumat (17/1).
"Bayangkan setiap paliatif penyakit tinggi-tinggi itu kan bisa ratusan juta, sampai puluhan juta. Jadi enggak semua bisa di-cover. Nah apa yang kejadian (penyakit) untuk yang tidak bisa di-cover itu idealnya di-cover oleh asuransi di atasnya, ada dong asuransi swasta yang bayarnya mungkin enggak Rp 48.000 (iuran BPJS), mungkin Rp 100.000, Rp 150.000 lah sebulan,” lanjutnya.
Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes) saat ini tengah menggodok skema yang dapat melibatkan asuransi swasta untuk dapat menanggung pengobatan yang tidak termasuk dalam BPJS.
(dec/spt)