Logo Bloomberg Technoz

Pembuat studi ini berupaya menyelesaikan laporan itu setelah minggu lalu penemuan-penemuan awal ini menjadi perhatian dan banyak dimuat di media.

Badan Kesehatan Dunia (WHO) meminta China untuk berbagi data gen yang dianalisi oleh para ilmuwan mereka. Data itu sendiri sempat dimuat di satu basis data sebelum ditarik kembali dan situasi ini membuat prihatin sejumlah pihak.

"Saya sangat khawatir dengan pengambilan kesimpulan terburu-buru dari ceceran data yang belum selesai dan tidak bisa diverifikasi," ujar David Relman, guru besar mikrobiologi dan imunologi di Universitas Stanford.

"Menurut saya, kita semua harus mundur sejenak dan meminta bahwa harus ada proses ilmiah terkait isu-isu penting, terutama yang memang benar-benar harus melaluinya."

Relman mengatakan usulannya itu harus diterapkan pada dua pihak yang berbeda pandangan soal asal muasal Covid. Profesor Stanford ini pendukung agar dua teori yang ada, kecelakaan di laboratorium atau penularan alami, sama-sama diselidiki dengan seksama.

Tes Covid-19 (dok Pixabay)

Belum Menjawab Pertanyaan Asal-usul Covid-19

Laporan dari Zenodo.org ini adalah babak baru dalam upaya mencari jawaban atas pertanyaan bagaimana pandemi ini bermula.

Pada Senin (20/3), Presiden Joe Biden telah menandatangi UU yang menetapkan informasi intelijen terkait asal muasal Covid-19 dibuka untuk umum.

Komunitas intelijen AS sendiri masih berbeda pandangan terkait hasil penyelidikan isu ini sementara FBI dan Departemen Energi AS menyimpulkan bahwa Covid-19 kemungkinan besar berasal dari satu insiden di laboratorium.

Laporan terakhir ini pun semakin membuat rumit masalah tersebut.

"Data tersebut tidak memberi jawaban pasti atas pertanyaan bagaimana pandemik itu berawal," ujar Dirjen WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus dalam jumpa pers Jumat (17/3), "tetapi setiap data adalah penting agar kita semakin mendekat ke arah jawaban yang benar."

Para ilmuwan yang terlibat laporan Zenodo.org ini membuat laporan itu setelah sejumlah sampel yang diunggah oleh ilmuwan China sempat muncul di basis data GISAID yang terbuka untuk umum.

Florece Debarre, pakar evolusi biologi di Pusat Penelitian Ilmiah Nasional Perancis, kebetulan melihat data itu awal Maret lalu dan meminta sekelompok ilmuwah internasional untuk membuat laporan yang mendukung hipotesa bahwa Covid-19 berawal dari pasar Huanan.

Penanganan Covid-19 di rumah sakit China (Sumber: Bloomberg)

Sudah lebih dari setahun para ilmuwan internasional memang mencari data yang mereka sebut sebagai rantai data "berharga" tersebut.

"Ini kali pertama kami bisa mengidentifikasi sidik jari genetik virus itu dan pihak yang berpotensi menjadi perantara di tempat yang sama," ujar Stephen GOldstein, ahli virologi dari Universitas Utah, yang ikut terlibat dalam analisis data itu.

"Ini benar-benar konsisten dan memang sudah diperkirakan terjadi ketika ada insiden zoonotis [penyakit berpindah dari hewan ke manusia]," tambahnya.

Sampel-sampel itu memperlihatkan DNA rakun, binatang serumpun dengan rubah yang terkadang dijual di pasar basah China seperti pasar di Wuhan itu, muncul di sampel yang diambil dari lingkungan pasar WUhan yang menjadi pusat perhatian di  awal penyebaran Covid pada 2019.

Penyakit SARS dari virus corona sebelumnya ditemui di rakun yang ada di pasar China lain ketika wabah SARS merebak di tahun 2002. Studi ini juga menunjukkan bahwa binatang ini bisa menyebarkan virus tersebut.

Melihat DNA rakun terindikasi ada di sampel itu adalah "salah satu momen paling luar biasa dalam karir saya," ujar Goldstein.

WHO mengatakan bahwa DNA dari beberapa spesies lain yang diketahui rentan terhadap SARS-CoV-2 juga ditemui di sampel itu antara lain landak Malaysia dan tikus bambu.

Para ilmuwan yang menganalisis data itu mengatakan penemuan ini mendukung kuat pemikiran bahwa penularan dari hewan ke manusia menjadi penyebab pandemi.

"Kehadiran virus dan gen pihak yang berpotensi menjadi perantara di pasar itu sesuai dengan hipotesa asal muasal zoonotis," kata Joel Wertheim, pengajar di Universitas California San Diego yang juga terlibat dalam analisis sampel itu.

Ilustrasi Situasi di Rumah Sakit AS Saat Pandemi Covid-19 (Sumber: Victor J. Blue/Bloomberg)

Sementara, sejumlah ilmuwan lain masih kurang yakin. Mengambil kesimpulan terburu-buru dari informasi kecil dari data yang sebelumnya tidak tersedia "bukan pembuktian ilmiah yang hati-hati dan mendalam," kata Relman. 

Akses mendapatkan data yang dianalisis ilmuwan adalah kunci, karena "data itu membuka jalan untuk diskusi dengan informasi lebih banyak terkait kekuatan bukti baru tersebut," cuit Fancois Balloux, direktur Institut Genetik Universitas Colloge London, di Twitter. 

Data Tersembunyi

Keberadaan data virus Corona bukan rahasia. Penyelidik masalah penyakit yang tiba di Beijing di awal pandemi meminta pengumpulan data lingkungan dari saluran air dan permukaan lain di pasar tersebut.

"Seluruh bukti yang ada menunjukkan pada binatang liar yang dijual secara gelap," ujar Direktur Pengendalian Penyakit (CDC) China George Gao dan rekan dalam tulisan di buletin mingguan badan itu edisi Januari 2020.

Hanya dua dari seluruh spesiman positif tersebut berasal dari satu lokasi di bagian barat pasar yang menjadi tempat kios penjualan binatang.

"Kami telah menemukan kios-kios di pasar Wuhan yang tercemar virus tersebut," kata Tan Wenjie, penyelidik dari insitut pengendalian dan penyebaran penyakit viral China, seperti dikutip oleh harian CHina Daily saat itu. "Ini adalah penemuan penting dan kami akan menyelidiki hewan yang menjadi sumbernya."

Tetapi sampel itu tidak pernah dibagikan ke pihak lain, hingga muncul di GISAID awal bulan ini. Dan setelah Goldstein dan tim menghubungi Gao, rantai gen itu pun lenyap dari situs GISAID.

GISAID sendiri mengatakan dalam pernyataan tertulis bahwa data itu sedang diperbaharui dengan data terkini yang merupakan bagian dari kajian karya ilmiah yang akan dipublikasi. Organisasi ini mengatakan bahwa data yang ada itu tidak dihapus dan untuk sementara waktu memang tidak bisa diakses karena proses pembahuan tersebut.

GISAID menambahkan bahwa WHO mendorong para ilmuwan yang mempergunakan data itu untuk bekerja sama dengan rekan mereka dari China.

--Dengan asistansi dari Dylan Griffiths dan Irene García Pérez.

(bbn)

No more pages