Logo Bloomberg Technoz

Emas Terbang ke US$ 2.000, Saatnya Koleksi atau Ambil Untung?

Ruisa Khoiriyah
20 March 2023 15:20

Ilustrasi emas (Sumber: Bloomberg)
Ilustrasi emas (Sumber: Bloomberg)

Bloomberg Technoz, Jakarta - Harga emas sempat melambung ke posisi termahal sepanjang sejarah tersulut ketidakpastian global yang memuncak kala pandemi Covid-19 menghentikan denyut aktivitas dunia pada 2020. Setelah itu harga emas sempat tertekan tren kebijakan bunga tinggi global. Namun, pecahnya krisis perbankan di Amerika dan Eropa dan ekspektasi terhadap penurunan agresivitas bank sentral dalam mengetatkan perekonomian, mengerek lagi harga emas mendekati rekor tertinggi. Akankah kenaikan itu masih akan panjang dan menjadikan emas layak koleksi saat ini?

Emas lama dikenal sebagai instrumen lindung nilai aset dari inflasi jangka panjang. Emas juga sering mengemuka menjadi safe haven ketika ketidakpastian memuncak di pasar keuangan. Itulah yang terjadi ketika pandemi membekukan aktivitas perekonomian dan menjatuhkan investasi portofolio di seluruh dunia, harga emas melesat ke posisi tertinggi sepanjang sejarah di US$ 2.063,54 pada 6 Agustus 2020.

Meski setelah itu tertekan kebijakan bunga tinggi bank sentral, harga emas kembali di atas angin akibat pecahnya krisis perbankan di AS dan Eropa. Mengutip data Bloomberg, kontrak berjangka emas sempat menyentuh US$ 2.000,25 per troy ounce pada pukul 14:23 WIB, Senin (20/3/2023). 

Pergerakan harga emas kembali mendekati rekor tertinggi pasca krisis perbankan AS dan Eropa (Bloomberg)

Arah bunga The Fed akan menjadi penggerak utama harga emas pasca krisis perbankan menunjukkan sedikit titik terang. Mengutip CME FedWatch, pelaku pasar mayoritas menebak Fed akan mengerek bunga 25 bps, sebuah langkah dovish, dengan probabilitas 64,2%. Sedangkan peluang Fed menahan bunga peluangnya sebesar 35,8%.

“Prospek berhentinya kenaikan bunga oleh Fed, bisa menjadi kabar baik bagi emas dan obligasi di masa mendatang. Terlebih dengan adanya turbulensi perbankan di Amerika dan Eropa,” komentar Joeliardi Sunendar, pengamat pasar modal dan pemilik JS Investment Research and Advisory.