Logo Bloomberg Technoz

Menaikkan bunga simpanan menjadi langkah logis bagi bank untuk menarik lebih banyak lagi dana masyarakat di tengah laju pertumbuhan dana pihak ketiga yang masih tertahan di level terendah dalam 12 bulan terakhir, di tengah tetap tingginya tingkat Giro Wajib Minimum (GWM) di 9%.

Lanskap itu juga menempatkan kapasitas penyaluran kredit bank lebih terbatas pada kuartal satu tahun ini.  Pertumbuhan kredit mungkin masih akan melandai setidaknya hingga kondisi likuiditas perbankan kembali melonggar, menunggu penurunan bunga acuan BI Rate yang diperkirakan baru akan terjadi sebelum kuartal III-2024 nanti.

Sementara itu, bank terus terdorong memakai simpanan likuiditasnya di surat berharga untuk mendukung penyaluran kredit di awal tahun. Kepemilikan bank di Surat Berharga Negara (SBN) sudah berkurang Rp101,55 triliun per 18 Januari lalu dibandingkan posisi akhir 2023 atau turun 6% dalam tiga pekan pertama tahun ini.

Likuiditas perbankan diperkirakan baru akan normal begitu risiko yang dihadapi oleh rupiah menurun menyusul pelonggaran moneter global, pembalikan arah suku bunga Federal Reserve (The Fed), yang akan diikuti oleh langkah Bank Indonesia memangkas BI Rate. 

"Kami perkirakan normalisasi likuiditas akan tahun ini dengan prediksi pertumbuhan M0 [uang primer] di kisaran 8%-10% dipimpin oleh kenaikan nonforeign asset," tulis tim riset JP Morgan untuk Asia Pasific Emerging Markets yang dirilis 15 Januari lalu.

Analis asing menilai, langkah BI saat ini yang masih melanjutkan pengetatan moneter, terindikasi dari BI rate dipertahankan di 6% dan GWM tertinggi sejak 2008, tidak bisa dilepaskan dari pengetatan global yang memicu arus keluar modal asing yang masih berlangsung tahun lalu. 

Namun, dengan kondisi eksternal saat ini sudah lebih stabil dan semakin longgar ketika tren penurunan bunga global dimulai, BI akan mengikuti. "Siklus pelonggaran BI rate akan dimulai lebih awal dibanding skenario dasar kami saat ini di kuartal III-2024," jelas analis.

Normalisasi likuiditas akan memberi ruang bagi bank untuk menggencarkan ekspansi kredit, terlebih dengan ketidakpastian politik diprediksi mereda begitu hasil Pemilu dan Pilpres sudah ada. Bila kredit bank diasumsikan tumbuh 10%-12%, seperti yang dilontarkan oleh Bank Indonesia untuk 2024, analis JP Morgan memperkirakan akan ada peningkatan excess liquidity (kelebihan likuiditas) sekitar Rp50-Rp100 triliun sepanjang tahun ini.

Simpanan Masih Rendah

Bank Indonesia mempublikasikan data terakhir posisi uang beredar Desember di mana likuiditas perekonomian pada bulan terakhir tahun lalu mencatat pertumbuhan positif, naik 3,5% dibandingkan pertumbuhan 3,2% pada November 2023. 

Likuiditas perekonomian atau uang beredar dalam arti luas (M2) bulan lalu tercatat sebesar Rp8.824,7 triliun, terdorong oleh pertumbuhan uang beredar dalam arti sempit (M1) dan uang kuasi yaitu simpanan milik sektor swasta domestik pada Bank Umum & BPR. 

Kenaikan uang kuasi didukung oleh simpanan berjangka rupiah dan valas dan giro yang masih mencatat pertumbuhan positif masing-masing 5% (dibanding 4,9% pada November) dan 10,3% (dibanding 9,6% pada November). Namun, tabungan lain baik dalam rupiah maupun valas masih melanjutkan kontraksi dengan penurunan -5,1%, sama dengan bulan sebelumnya.

Lebih jauh lagi, pertumbuhan dana pihak ketiga bank pada Desember masih tumbuh rendah, hanya 3,8% dibanding setahun terakhir yang ada di rentang 6%-8%. Angka Desember tidak berubah dibanding bulan sebelumnya.

DPK rupiah turun hanya tumbuh 3,5% dibanding 3,9% pada November, sementara DPK valas naik jadi 5,8% setelah bulan sebelumnya hanya tumbuh 3,4%. Pertumbuhan dana simpanan nasabah perorangan semakin melambat, hanya tumbuh 3,2% dibandingkan 5,1% pada November. Sedangkan korporasi masih tumbuh 5% setelah bulan sebelumnya tumbuh 3,1%.

Kredit perbankan pada Desember tercatat tumbuh 10,3% terutama untuk debitur korporasi yang naik 11,6%, sedang debitur perorangan tumbuh melambat 9% dari tadinya 9,3%.

Survei terakhir yang dilansir oleh BI memperkirakan, penyaluran kredit pada Januari akan melambat setelah ekspansi pada Desember terutama karena pelemahan penyaluran kredit investasi. Penyaluran kredit baru pada Januari yang diprediksi melambat juga terkait dengan masih tingginya ketidakpastian seputar politik dalam negeri yang membuat banyak korporasi menahan ekspansi.

Dampak ke Pasar Obligasi

Dalam analisisnya, JP Morgan menilai normalisasi likuiditas begitu pelonggaran moneter dilangsungkan akan memberikan lanskap berbeda di pasar surat utang. 

"Pergeseran kondisi likuiditas domestik akan berdampak signifikan terhadap perilaku perbankan khususnya perihal pengaturan likuiditas dan aset (Asset Liability Management/ALM). Bila terjadi kelebihan likuiditas seperti perkiraan kami, itu akan mengurangi kebutuhan bank untuk memangkas kepemilikan obligasi mereka dan dengan demikian mengurangi pasokan pasar sekunder dan juga mengurangi persaingan simpanan," jelas tim riset JP Morgan.

Sebagai dampak lanjutan, itu juga akan memberikan fleksibilitas pembiayaan fiskal yang lebih besar kepada pemerintah sehingga memungkinkan lebih banyak kemudahan dalam penerbitan obligasi di semua tenor.

(rui/aji)

No more pages